Perjalanan kami dimulai pada November 2021. Setiap dari kami ditempatkan ke daerah yang berbeda-beda. Kami ditugaskan oleh kementrian esdm untuk melakukan beberapa hal yang menyangkut pengembangan energi baru terbarukan sebagai sumber energi alternatif pengganti bahan bakar fosil.
Dua bulan awal penugasan, kami diminta untuk melakukan inventarisasi kondisi lampu tenaga surya hemat energi (LTSHE) yang sudah akan habis masa garansinya. Setiap dari kami dibagi menjadi beberapa tim penugasan per kabupaten dan memperoleh jumlah desa dengan jumlah lampu yang berbeda-beda. Inventarisasi ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kondisi LTSHE yang ada di lapangan untuk selanjutnya dilaporkan kepada pihak esdm. Selama masa inventarisasi ini kami hidup nomaden, berpindah-pindah dari desa ke desa. Hal ini cukup melatih kemampuan adaptasi kami dan juga keterampilan dalam melakukan packing barang bawaan. Selain itu juga kondisi yang harus mensurvei banyak desa dalam waktu yang singkat juga memberikan pengalaman yang beragam mengenai kondisi masyarakat yang hidup di desa-desa daerah terpencil. Kami bisa memotret bagaimana kondisi hunian, lingkungan tempat tinggal, hingga sedikit gambaran tentang sosial dan budaya mereka. Hal ini membuat kami cukup dapat mengetahui bermacam-macam karakter masyarakat.
Di samping melakukan survei kondisi LTSHE, kami juga melakukan survei potensi alam yang mungkin dapat digunakan sebagai sumber energi listrik alternatif bagi masyarakat. Hasil survei ini kami laporkan sementara sebagai data awal sebelum melakukan pra studi kelayakan di daerah yang memiliki potensi, tetapi belum berlistrik/belum memiliki pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan.
Selain melakukan survei LTSHE dan potensi energi baru terbarukan, kami juga membantu mengumpulkan dokumen yang berkaitan dengan serah terima aset pembangkit yang belum dihibahkan ke desa. Hal ini dilakukan untuk memberikan legalitas kepada desa agar dapat mengelola dan mengoptimalkan pemanfaatan prasarana energi baru terbarukan tersebut, baik melalui program apbn maupun non apbn serta melakukan pendampingan dalam membuat laporan revitalisasi pembangkit yang ada.
Menurut saya, menjadi seorang patriot energi lebih dari sekadar menjadi pemuda yang mengambil peran dalam transisi energi karena kita tidak hanya membicarakan mengenai hal-hal teknis dan lingkungan saja, tetapi aspek sosial, budaya, dan politik juga perlu untuk diperhatikan. Berdasarkan pengalaman yang telah saya alami selama hampir 6 bulan berada di lapangan, masyarakat ternyata jauh lebih dinamis dan kompleks dari apa yang diperkirakan. Tidak mudah membangun sebuah kebiasaan baru di tengah-tengah masyarakat yang sudah memiliki akar kuat terhadap kebiasaan yang lama. Selain kemampuan teknis, kejuangan, kerakyatan, dan keikhlasan menjadi 3 hal yang saling mendukung dan menguatkan.
Bebricara mengenai transisi energi tidak hanya bicara soal pergantian energi fosil ke energi baru terbarukan, tetapi juga berbicara mengenai human transition. Perlu diingat oleh kita semua bahwa pembangunan tidak hanya masalah fisik dan teknik saja, tetapi juga menyangkut nurani dan moral. Jangan sampai energi transisi ini tidak melihat sisi humanis dari masyarakat kita. Menjadi pribadi yang ingin belajar dan tumbuh bersama masyarakat tanpa menggurui adalah hal yang sangat diperlukan. Saya belajar banyak untuk bersabar, keluar dari zona nyaman, merasakan secara langsung apa yang menjadi benar-benar kebutuhan mereka.