Disetiap peristiwa adat suku lamaholot mulai dari kedukaan, perkawinan, maupun syukuran selalu ada satu hal yang tak pernah terlewatkan yaitu pesta makan bersama seluruh warga kampung. Momen ini bukan sekadar makan besar tapi sebuah bentuk kebersamaan yang sakral dimana setiap sendok nasi dan potong daging (babi, kambing, dan sapi) sebagai berkah dari para leluhur yang ikut hadir.
Dua dapur dua dunia
Dalam pesta adat lamaholot dapur terbagi menjadi dua yaitu dapur laki laki dan dapur perempuan. Keduanya bediri di ruang yang berbeda namun sama sama menjadi pusat kehidupan dalam perayaan adat. keduanya berdiri terpisah biasanya hanya beberapa langkah dari rumah utama atau mencari lahan kosong di dekat rumah tersebut. Didapur laki laki, asap tipis mengepul dari tunggu besar. Disanalah para lelaki berkumpul mengasah parang, memotong daging sampai dengan proses memasak. Mereka bertugas mulai dari menyembelih hewan, memotong daging dan memasak hanya dengan garam saja. Tidak ada bumbu rumit atau rempah yang berlebihan. Namun rasa gurihnya selalu diingat oleh siapa pun yang pernah mencicipi bahkan bagi orang yang merantau mereka akan selalu ingin kembali bukan karena adatnya tapi cita rasa dari masakan tersebut. Mungkin karena seperti kata orang tua di desa “ yang membuat enak bukan garamnya tapi niat dan kebersamaan di dalamnya “. Dapur laki laki dijaga dengan aturan yang ketat seperti perempuan dilarang masuk. Kepercayaan yang diwariskan turun temurun menyebutkan bahwa leluhur ikut menjaga ketersediaan makanan dan memastikan tidak ada yang kekurangan selama acara berlangsung. Namun kelemahan laki laki ada pada perempuan sehingga bila seorang perempuan melanggar dan masuk ke dapur laki laki diyakini makanan akan berkurang dengan sendirinya. Mulai daging yang tiba tiba tidak cukup atau masakan yang terasa aneh atau hambar. Aturan ini bukan soal diskriminasi melainkan bentuk kepercayaan dan keseimbangan antara dua kekuatan laki laki dan perempuan dalam sistem adat tersebut. Aneh tapi nyata banyak warga yang percaya jika semua aturan dan keyakinan itu dijaga meski hewan yang dipotong hanya sedikit. Makanan yang tersaji selalu cukup untuk semua yang datang. Seolah olah tangan leluhur benar benar ikut membantu di balik uap panas dapur itu.
sebelum proses memasak dimulai dilakukannya ritual minum tuak. ritual ini dilakukan 2 kali di dalam rumah dan di tempat memasak. setiap rumah pasti memiliki tempat khusus yang disebut riye hikung (tempat melakukan ritual). tuak tidak langsung di minum melainkan dituang terlebih dahulu ke tanah sambil memanjatkan doa. Untuk ri tual yang di dalam rumah hanya anggota keluarga yang boleh melakukan ritual ini. setelah doa selesai barulah tuak diminum secukupnya oleh orang yang memanjatkan doa tersebut. setelah selesai doa dari dalam rumah lalu tuak tersebut di berikan ke orang yang memegang proses memasak.
menariknya tidak semua orang boleh memasak dalam kuali besar adat. hanya orang orang tertentu yang dipercaya. biasanya doa di lakukan oleh ketua adat atau mereka yang ayahnya telah meninggal dunia. jika aturan ini dilanggar bisanya akan membawa musibah bagi yang bersangkutan (biasanya meninggal dunia). doa yang dibacakan dalam ritual ini untuk mengenang pada leluhur dan memohon agar makanan yang dimasak cukup untuk semua orang yang datang.
Kabar terbaru