Sudah 76 tahun Indonesia merdeka begitulah kira-kira berita yang tersebar, Indonesia telah masuk kedalam golongan negara-negara maju begitulah dunia membicarakannya, indonesia itu adalah jakarta, bali, raja ampat, begitulah masyarakat dunia mengenalnya. Diantara cerita-cerita ini merupakan cerita Indonesia bila dilihat dari kacamata luar, mereka memang tidak mengenal bagaimana kondisi yang sebenarnya terjadi, bagaimana masyarakat menjalani kehidupan mereka.
Cerita ini patut saya ungkap agar indonesia atau jakarta tahu bahwa indonesia itu tidak mengenai gedung-gedung tinggi, bukan hanya membicarakan ekonomi yang meroket, bukan hanya heboh dengan padamnya listrik beberapa jam. Cerita ini adalah kisah nyata dari sebuah pulau yang penuh dengan kekayaan lautnya. Pulau tunggal berukuran kecil yang terpisah sangat jauh dari pulau besar lainnyu, Pulau yang masyarakatnya harus mencari penghidupan di negeri orang sementara kapal-kapal nelayan dari negeri lain asik memanen ikan di sekitar pulau ini.
Pulau yang kita bicarakan adalah pulau Batuatas, pulau yang 90% adalah batu karang yang menjulang tinggi hingga 200Mdpl yang membuat rumput pun enggan untuk tumbuh. Pulau ini telah ditinggali oleh masyarakat bahkan jauh sebelum indonesia meredeka, pulau ini menjadi saksi berkecamuknyu pertempuran antara jepang dan sekutu pada perang dunia kedua. Memang, pulau yang penuh dengan Drama.
Pulau ini menurut saya masih jauh dari kata sebuah tempat yang layak untuk di huni, dikarenakan hingga sekarang pulau ini belum dialiri oleh Perusahaan Listrik Negara, sehingga dapat dibayangkan bagaimana gelapnya desa ketika malam telah datang dan bagaimana gerahnya siang tanpa ada kipas angin. Bagi mereka yang baru datang ke pulau ini banyak yang berkata, bahwa pulau ini adalah merupakan lokasi penyiksaan sehingga sering disebut sebagai pulau nusakambangan-nya sulawesi.
Keterbatasan akses listrik ini membuat masyarakat tidak bisa memanen hasil laut yang sangat kaya dikarenakan tempat mengawetkan ikan seperti mesin pendingin tidak bisa beroperasi disini. Setiap ikan yang ditangkap harus segera di jual, tak jarang ketika hasil tangkapan ikan sedang banjir maka ikan ini seakan tidak ada harganya bahkan tak banyak yang terbuang dikarenakan sudah membusuk. Para penampung ikan dari para nelayan harus membabgi penghasilan mereka untuk sekedar membeli es ke kota agar usaha mereka bisa terus berjalan.
Miris memang, tapi ini adalah realita, kita bisa lihat bagaimana sabarnya masyarakat yang hanya bisa menonton kapal-kapal nelayan perusahaan dari daerah lain asik menangkap ikan di pulau mereka, mereka tidak bisa berbuat banyak, tidak tahu harus mengadu kemana karena kapal-kapal itu jelas memiliki izin. Bahkan yang lebih buruk lagi, ketika kapal-kapal itu telah singgah, maka sudah pasti nelayan-nelayan akan kesulitan medapatkan ikan dalam beberapa hari kedepan.
Sangat disayangkan, pulau yang memiliki lebih dari 7000 DPT ini hanya di datangi oleh calon penjabat yang menjadi kontestan pemilu lima tahun sekali, namun lupa ketika jabatan itu telah diraih. Janji tinggal janji, cerita hanya penghibur belaka. Masyarakan sudah muak dengan kata-kata “Perubahan”, “Hebat”, “Merakyat”, “Peduli” dan masih banyak lagi.
Cerita ini bukan opini pribadi dari saya, tetapi merupakan sekelumit cerita dari keresahan yang ungkapkan oleh masyarakat desa. Nantikan cerita selanjutnya!!!