Warteli Wartatan, begitu lah biasa rekan-rekan tim Asmat memanggilnya. Pace muda yang satu ini merupakan anak-anak yang bermukim di kampung Ayam, distrik Akat, Kabupaten Asmat. Sehari-hari kegiatan yang dilakukan Wartel di dominasi untuk bermain. Salah satu permainan yang sering dimainkan adalah kelereng botol. Permainan ini merupakan permainan yang sangat sederhana dan mengandung kearifan lokal. Di sebagian daerah permainan ini lebih dikenal dengan kata "kelereng" nya saja atau ada juga yang menyebutnya "gundu".
Dalam permainan ini, cara untuk memainkannya pun sebenarnya sama saja dengan permainan kelereng pada umumnya dimana pembedanya hanya alat yang digunakan yaitu berupa tutup-tutup botol bekas minuman kemasan.
Produksi sampah kemasan yang cukup tinggi di pedalaman memang menjadi salah satu faktor permasalahan yang belum dapat terselesaikan sampai saat ini.
Banyaknya volume sampah kemasan sekali pakai ini akhirnya mampu dimanfaatkan secara kreatif oleh anak-anak dan masyarakat di kampung ini. Biasanya anak-anak memainkannya secara bersama dengan jumlah minimal 2 orang pemain. Permainan ini terdiri dari beberapa model dimana model pertama dengan cara dihambur, lalu model kedua disusun ke atas dan model ke tiga disusun secara kesamping. Dalam memainkannya pertama-tama setiap pemain harus mengumpulkan masing-masing 5 kelereng botol atau terkadang sesuai jumlah yang disepakati. Setelah kelereng terkumpul maka kelereng tersebut akan disusun sesuai dengan kesepakatan model susunannya.
Selanjutnya sebelum permainan dimulai para pemain harus memilih "gacok" atau kelereng yang akan disentil untuk mendapatkan kelereng yang sudah dikumpul di tengah tersebut. Lalu, para pemain akan berdiri di garis yang sudah ditentukan sekaligus menentukan siapa yang akan jalan terlebih dahulu. Setelah semua pemain siap maka permainan pun dimulai, dimana pemain pertama akan menyentil gacoknya untuk mengenai sasaran kelereng yang ada, sehingga kelereng yang sudah terkumpul akan terpencar. Pencaran kelereng tersebut adalah yang didapatkan oleh pemain itu dan terus berulang sampai kelereng yang dikumpul tersebut habis.
Permainan yang dimainkan oleh anak-anak ini merupakan sebuah permainan yang sangat amat sederhana namun memiliki dampak positif tersendiri bagi lingkungan sekitarnya. Tanpa kita sadari, mereka lah yang sudah menjalankan keseimbangan di bumi ini. Produk-produk kemasan yang awalnya tidak mereka ketahui akhirnya secara perlahan menjadi monster untuk kehidupan mereka dan mereka hanyalah korban dari pesatnya perkembangan industri. Dari hal permainan sederhana yang mereka lakukan sebenarnya membuktikan bahwa mereka sudah lebih canggih dari orang-orang di perkotaan karena secara tidak sadar mereka sudah dengan mandiri menjalankan salah satu slogan penyelamatan bumi yang biasa kita dengar dengan singkatan 3R.
Penggunaan kembali bahan-bahan tak terpakai sudah semestinya kita contoh dan kita terapkan dalam kehidupan. Dampak dari penerapan kebiasaan tersebut tentunya bukan sebuah dampak kecil dalam hidup, tetapi hal tersebut dapat menjadi dampak besar dimana kita mampu berhemat dan tidak menjadi manusia yang terlalu konsumtif. Selain itu, dengan kebiasaan ini juga kita mampu mengecilkan dan menutup keran limbah yang terus mengucur dari pabrik-pabrik penghasil limbah di bumi ini. Sebab dengan kita terus menjaga bumi maka percayalah bumi juga akan menjaga kita dengan caranya, dan mungkin itu yang dirasakan oleh Papua yang selalu menjaga buminya dengan kearifan lokalnya.