Tanah Timor, sebuah sebutan yang sering saya tuliskan dibeberapa postingan sosial media, untuk menggambarkan sebuah dataran pulau mengagumkan, dibagian timur Provinsi Nusa Tenggara Timur – Indonesia. Dahulu hanya bisa dilihat dari siaran televisi, sekarang menjadi tempat belajar mendedikasikan diri. Terhitung sudah 10 bulan saya berada di daerah ini, tepatnya di Kabupaten Timor Tengah Selatan, dan sampai kabar ini ditulis, saya terus dibuat terkagum-kagum oleh Sang Pencipta akan pesona alam, kearifan lokal serta keragaman budayanya. Salah satunya ialah Kain Tenun, sebuah mahakarya dari keuletan tangan-tangan perempuan tanah Timor.
Sebagai salah satu provinsi penghasil tenun, Nusa Tenggara Timur menjadi kiblat dalam produksi tenun rumahan. Di tanah Timor, tenun dibagi menjadi dua daerah dengan ciri khas berbeda, yakni Timor Tengah Utara dan Timor Tengah Selatan. Bagian utara memiliki motif biboki, insana, wini, neno, pauf, dan alam. Sementara di bagian selatan memiliki motif nunkolo, amanuban, naisa, dan bokon, dengan teknik tenun yang berbeda-beda diantaranya: buna, futus, lotis dan pauf.
Aktivitas menenun sering ditemukan di seluruh Desa-desa di Kabupaten Timor Tengah Selatan, biasanya dilakukan oleh para mama (panggilan lazim wanita yang telah menikah di daerah ini) di sela-sela waktu luang bertani, berkebun, dan berternak. Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan pakaian adat keluarga sendiri, mama-mama juga menjual kain tenun untuk mencukupi keperluan rumah tangganya. Dengan menggunakan alat tenun tradisional, berbagai jenis kain tenun dihasilkan dari produksi rumahan, mulai dari selendang, sarung, selimut, tas sirih pinang, serta aksesoris lainnya seperti gelang, kalung dll.
Pada tangal 10 April 2022 saya bersama dengan beberapa teman berkesempatan berkunjung langsung melihat aktivitas kelompok Tenun yang berada di desa Noinbila, Kecamatan Mollo Selatan. Kelompok Tenun dengan nama Tenun Sehati ini, didirikan pada tahun 2019, yang diketuai oleh Mama Martha Sanam, dengan anggota kelompok sebanyak 20 orang perempuan lintas usia, dengan usia termuda ialah 13 tahun, yang dimana seluruh anggota kelompok tenun ialah anggota keluarga besar Sanam. Berawal dari kegiatan kumpul-kumpul keluarga, mempersiapkan acara pernikahan salah satu anggota keluarga Sanam, Mama Martha menginisiasi terbentuknya kelompok tenun. Berangkat dari keahlian menenun anggota keluarga yang cukup baik, akhirnya pada tahun 2020, kelompok ini di kukuhkan secara resmi oleh Pemda Kabupaten Timor Tengah Selatan dan sampai saat ini kelompok terus mengalami perkembangan dengan pesanan yang datang dari dalam dan luar negeri. Tercatat sejauh ini, kelompok Tenun sehati sudah bekerja sama dengan beberapa perusahaan diantaranya: BUMN, Plan Indonesia, Torajamelo serta perusahaan dari Selandia Baru.
Proses kerjasama Kelompok Tenun dengan para pemesan biasanya ada di ranah sewa jasa. Artinya bahan baku berupa benang dan pewarna kain disediakan langsung oleh para pemesan, dan para anggota kelompok bertugas untuk membuat kain tenun sesuai dengan motif yang sudah di tentukan pemesan. Proses pengerjaan kain tenun berbeda-beda tergantung ukuran dan tingkat kerumitan Tenun yang dipesan. Untuk ukuran kain selendang membutuhkan waktu pengerjaan selama 2 hari, kain sarung 3 hari dan selimut kurang lebih selama 1 bulan. Begitu juga halnya dengan biaya jasa pembuatan kain tenun yang berbeda-beda sesuai ukuran kainnya. Contohnya secara berurutan: selendang, sarung, dan selimut ialah Rp. 50 ribu, 175 ribu, dan 1 juta /lembar, tidak lupa juga tingkat kerumitan teknik tenun berpengaruh terhadap biaya sewa pengerjaannya. Dalam kondisi ramai pesanan, hanya dari sewa jasa pembuatan tenun, pendapatan rata-rata para anggota kelompok perbulan bisa mencapai jutaan rupiah (diluar penjualan tenun hasil produksi dari modal sendiri). Saat ini harga jual kain tenun bervariatif sesuai motif dan ukuran kainnya. Biasanya berada dikisaran Rp. 175 ribu – 3 juta, tidak heran saat ini anggota kelompok Tenun Sehati menjadikan aktivitas menenun sebagai pendapatan utama dalam keluarga.
Sebenarnya, banyak dari perempuan-perempuan yang tinggal di Desa-desa Kabupaten Timor Tengah Selatan memiliki keahlian dalam menenun. Namun, sebagian besar dari mereka juga masih didominasi bukan dari kalangan kaum muda. Degradasi keterampilan dan minat menenun dikalangan kaum muda ini, jika terjadi dalam jangka panjang, niscaya akan berdampak kepada regenerasi penerus dan pelestarian budaya tenun di Tanah Timor. Tidak hanya itu, dari penenun-penenun ini, hanya sedikit dari mereka yang tergabung dalam kelompok Tenun. Kendala seperti kesibukan bertani yang dinilai lebih cepat memutar uang serta lebih memilih tenun untuk memenuhi kebutuhan pribadi, membuat banyak perajin tenun tidak menjadikan tenun sebagai pendapatan utama, tetapi hanya untuk sampingan. Karena itu, bagi para perajin tenun yang tidak tergabung dalam kelompok, biasanya menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk menyelesaikan satu kain sarung ataupun selimut, baik untuk dijual maupun keperluan pribadi.
Selain menciptakan pemberdayaan, hadirnya kelompok Tenun, diharapkan dapat memudahkan Pemerintah Kabupaten dalam melakukan pengontrolan, pendampingan serta pelatihan kepada anggota kelompok melalui penyuluhan Tenun. Seperti pelatihan membuat bahan baku benang dari serat dan perwarna alami dari tumbuh-tumbuhan. Di dalam kelompok Tenun Sehati ini, para mama dapat menghasilkan jumlah kain yang cukup banyak dalam jangka waktu satu bulan saja. Dengan penghasilan yang cukup besar, Tenun tidak hanya menjadi sumber pendapatan utama bagi keluarga, tetapi juga memberikan kemudahan mempertemukan para perajin Tenun dan pembeli. Berkaitan dengan hal itu, Promosi juga menjadi faktor mendukung terciptanya regenerasi penenun. Tenun yang semakin dikenal, turut mendorong tingginya penjualan dan bukti menenun adalah profesi dengan mata pencarian yang menjanjikan, dengan ini diharapkan pelestarian kerajinan tangan Tenun dapat terus terjaga khususnya untuk kalangan kaum muda.