Sore itu tanggal 11 Juli 2022, penulis melakukan perjalanan menuju Ibukota Kabupaten. Perpisahan, berikut Penulis dan teman-teman menamai acara malam tersebut. Selama bertugas di Dogiyai, Penulis hanya berhasil menemui 1 orang yang berasal dari Lampung. Maka dari itu sebagai rekan seper-Lampung-an sudah patutnya Penulis mengantar Kiyai ini pulang ke kampung halaman.
Malam itu diisi dengan cerita-cerita selama bertugas, kemudian salah satu orang tua bernama Pak Doni bercerita tentang pernah ada tenaga kontrak yang celaka di ujung berakhirnya tugas. Pak Doni pun mewanti-wanti kami untuk terus waspada sekalipun sudah berhasil menjaga keamanan selama 8 bulan terakhir.
Keesokan harinya, seusai menemui beberapa dinas terkait hasil survei potensi EBT di kampung penugasan, kami bergegas pulang. Penulis, Patriot Jen, Patriot Dita dan satu rekan berprofesi polisi, merupakan formasi kepulangan kami menuju Distrik Mapia dengan berkendara roda dua. Saya dengan Pak Polisi, Patriot Dita berboncengan dengan Patriot Jen.
Sekitar 10 menit berjalan, saat berada di jalanan rusak diatas bukit kendaraan Dita dan Jen dihadang oleh seorang lelaki. Menurut Dita (selaku pengemudi), pria tersebut meminta uang 100.000 rupiah, namun karena terlalu besar maka Dita menolaknya. Pria tersebut lantas memegang pergelangan tangan Dita seraya memaksa, sontak Dita dan Jen pun berteriak “Maasss!” memanggil Pak Polisi yang bersama saya sudah berada sekitar 5m di depan Dita. Pak Polisi yang sedari tadi sudah memantau dari kaca spion pun berbalik.
Begitu sampai di lokasi, pria tersebut menyerang Penulis. Dia langsung meraba paha, dada, perut dan melepaskan ikatan jas hujan yang sedang melilit tubuh Penulis. Penulis spontan turun dari motor untuk menghindari pria bejat ini. Pak Polisi kemudian mencoba bernegosiasi dengan orang tak dikenal ini setelah mengambil uang 50.000 rupiah dari Pak Polisi.
“iyo.. tong trada uang lagi, dong pi ke ATM dulu tarik uang nanti kembali”
“sa disini, sa juga tunggu dong ambil uang di ATM”
Begitulah kalimat dari Pak Polisi yang berhasil menipu pria ini, padahal Jen dan Dita itu pergi ke Polres untuk melapor dan meminta bantuan.
Setelah Jen dan Dita pergi, pria ini semakin brutal. Berkali-kali dia menyerang Penulis. Adegan traumatis yang Penulis ingat saat ia mengayunkan kapaknya ke arah Penulis. Ada satu momen dimana Pak Polisi dan Penulis berhadap-hadapan, Pak Polisi berada di Barat dan Penulis ada di Timur. Kemudian pria itu berlari sambil mengacungkan kapaknya membuat Penulis berlari ke arah Timur dan menjauh Pak Polisi. Patriot menangkis, menahan ayunan kapak tersebut, bahkan sampai tersungkur ke tanah. Penulis ingat Ibu Dokter di Distrik pernah berkata:
“Elis, bagian yang harus kamu lindungi itu di kepala belakang dengan leher”
Penulis pun melakukan gerakan itu, memegang kepala belakang sambil meringkuk di tanah. Pria tersebut terus menyerang Penulis, kemudian Penulis berdiri sambil mengeluarkan uang 120.000 rupiah dari dalam kantong jaket dan memberikan kepada pria tersebut. Namun, dia langsung lempar uang tersebut ke tanah dan mengejar Penulis yang sudah lari ke seberang jalan.
Adegan klimaks pun berlangsung, saat ini Pak Polisi sudah berlari melindungi Penulis. Penulis berdiri selalu di belakang Pak Polisi, kali ini yang diincar ialah tas noken yang ada di dalam jaket Penulis. Noken tersebut hanya berisi handphone, Dalam keputusasaan Penulis berkata “Mas, di noken cuma ada HP kok, gapapa kasih aja, sakit Mas lehernya ditarik begini” ucap Penulis dalam lirih. Adegan tarik menarik yang membuat leher Penulis iritasi ini pun masih terus berlangsung, sampai tanpa Penulis sadari ada seseorang yang muncul dari semak-semak bawah lembah bukit itu. Patriot menatapnya sambil melafalkan “Tolong”. Bak melihat malaikat, dalam hati Penulis mengucap syukur kepada Tuhan sepertinya dia akan menong. Namun Penulis salah besar!, pria ini pun menghampiri kami dan mengeluarkan kapak miliknya.
Sampai saat dimana, pria semak-semak ini mengarahkan kapaknya ke tangan Penulis tapi Pak Polisi berhasil membaca gerakannya. Pak Polisi sigap menangkis pergelangan tangan pria itu. Tapi naas, ternyata kurang tepat sasaran, kapak itu pun justru mengenai telapak tangan Pak Polisi yang sampai harus mendapat 7 jahitan. Kejadian itu begitu cepat, Penulis yang berada di belakang tubuh Pak Polisi tiba-tiba melihat banyak darah di tanah dan aspal. Dalam kelinglungan, Patriot segera lari menuju mobil pendatang yang melintas dan langsung turun di Polres. Malaikat Tuhan yang asli datang, ada 3 orang pria yang mengaku sebagai kepala kampung datang untuk mengusir manusia kapak tersebut. Mereka pun langsung lari ke arah lembahan di bawah dan jejaknya tidak dapat ditemukan.
Bukan maut yang menggetarkan, tapi hidup yang tak hidup.
Maaf sekali, Pak, Bu.
Rasanya Penulis belum berhasil mengilhami kalimat tersebut.