Prolog;
Ketika kita berbica tentang listrik pada zaman ini, seakan sudah menjadi kebutuhan primer manusia modern. Segala hal sudah bisa dipastikan menggunakan listrik, dari sebatas kebutuhan akan penerangan rumah tangga hingga industrialisasi oleh pemerintah dan para korporat. Pertanyaan adalah apakah listrik betul-betul menjadi kebutuhan primer masyarakat yang tinggal di daerah tertinggal dengan akses yang masih sangat terbatas? Bagi saya sendiri listrik bisa menjadi dua mata pisau. Satu sisi akses terhadap listrik saat ini, dirasa sudah menjadi syarat mutlak untuk perkembangan dan kemajuan suatu daerah yang masih tertinggal untuk mengejar ketertinggalan dengan daerah lainnya. Namun disisi lain listrik dapat berdampak buruk terhadap lingkungan dan ekosistem alam, hingga perubahan perilaku sosial budaya masyarakat. Rencana pembangunan PLTA Mamberamo Raya dengan kapasitas terbangkitkan hingga lebih dari 10 GW, menjadi pertanyaan untuk siapa listrik sebesar ini dan apa dibalik rencana pembangunan ini?
Part I; Survei PLTA Mamberamo
Takdir membawa kami berenam untuk bertugas di Kabupaten Mamberamo Raya. Intinya dalam dua bulan pertama kami ditugaskan untuk melakukan survei ke 14 desa penerima bantuan listrik. Bantuan tersebut berupa SPEL dan APDAL dan berasal dari Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. SPEL sendiri merupakan singkatan dari Stasiun Pengisian Energi Listrik, sedangkan APDAL adalah Alat Penyalur Daya Aliran Listrik. Tidak banyak yang kami tau tentang kabupaten ini. Saking minimnya informasi, lokasi ke 14 desa pun tersebut sangat sulit ditemukan, bahkan ketika menggunakan google maps sekalipun. Sehingga kami berangkat dari Jakarta hanya bermodalkan keyakinan bahwa niat baik yang kami bawa akan mempermudah jalan kami.
Perjalanan Menuju Kasonaweja, Mamberamo Raya, Papua
Kapal Cantika 77 membawa kami dari Jayapura menuju Kasonaweja. Kasonaweja sendiri merupakan pusat pemerintahan kabupaten, namun terlihat tidak seperti statusnya bahkan disebut kampung pun masih cocok. Setibanya pun kami masih terus geleng kepala, bagaimana tidak kabupaten ini sangat minim pembangunan, terlepas kabupaten ini memang baru terbentuk 2007 silam. Firasat kami mulai tidak enak saat kami tiba disambut listrik sudah padam sejak empat hari lalu dan sinyal telekomunikasi terputus sejak dua hari lalu karena supply BBM yang sudah habis, yang turut membuat kami mengharapkan air hujan untuk mandi karena tanpa listrik pompa air tidak berjalan. Terkait BBM pun kami tergeleng bukan main karena harganya yang fantastis Rp 50.000 / per liternya.
Sore di Kasonaweja
Harapan dan usaha kami tidak kunjung berbuah hasil, alhasil kami tertahan di Kasonaweja cukup lama karena kelangkaan BBM dan biaya yang teramat mahal menuju lokasi survei kami. Disela usaha kami terus me-lobby pemerintah daerah, pada pertengahan November tahun 2021. Saat kami sedang bersantai di Guest House kami kedatangan tamu dari Kementrian ESDM, Konsultan, dan PLN. Rombongan yang cukup banyak kurang lebih ada 8 orang, yang dipimpin oleh Ibu Dian dari Dirjen EBTKE Kementrian ESDM. Ibu Dian ditemani juga oleh Bapak Stainley dari ESDM Papua yang sempat lama bertugas di Kabupaten Mamberamo Raya.
Rombongan datang pada tanggal 14 November 2021 pada pagi hari. Setelah berkenalan dan cukup mengobrol, kami pun mengetahui maksud dan tujuan rombongan ini datang. Mereka hendak melakukan survei dan pengukuran debit dibeberapa lokasi di Sungai Mamberamo. Survei ini akan menjadi langkah awal dalam rencana pembangunan PLTA Mamberamo Raya. Ternyata memang benar apa yang sampaikan Bapak Stainley selaku Kepala Bidang Geologi, Dinas ESDM, Papua, bahwa pemerintah hendak membangun PLTA terbesar sepanjang sejarah di Indonesia dan berlokasi di Kabupaten Mamberamo Raya. Ketika itu kami bertemu pertama kali untuk sosialisasi Program Patriot Energi 2021 dan kebetulan saat ini bertemu kembali di lokasi penugasan kami.
Persiapan Survei PLTA
Masih dihari yang sama rombongan langsung melakukan survei ke beberapa lokasi sepanjang Sungai Mamberamo. Setelah segala persiapan meliputi BBM, trasportasi, logistik, dan peralatan kami berangkat menuju Pelabuhan Kasonaweja yang sebenernya tidak layak juga disebut pelabuhan. Saat berjalan ke palabuhan kami juga diantar beberapa pejabat pemerintahan seperti Inspektorat Daerah. Setelah dirasa cukup pada pukul 12.00 WIT kami memulai perjalan kami menaiki speedboat dan menyelusuri sungai diiringi awan mendung dari belakang kami. Satu speedboat diisi oleh 13 orang dengan ditenagai oleh dua motor tempel dengan daya 40 pk per motornya. Ada dua lokasi yang akan kami survei hari ini, satu lokasi berada di bagian hulu dan satu lagi berada di bagian hilir sungai.
Pengambilan Data Debit Sungai Mamberamo
Perjalanan survei kami dimulai ke arah hulu sungai terlebih dahulu dengan pertimbangan medan yang lebih sulit menuju lokasi karena akan melawan arus. Lokasi pengukuran debit, kedalaman, dan kondisi geologi batuan sudah ditentukan, yaitu 30 km ke arah hulu sungai dari Burmeso. Perjalanan cukup menantang karena arus yang cukup deras dan hujan deras yang terus mengguyur kami. Waktu tempuh untuk menuju lokasi survei yang pertama kurang lebih selama 1.5 jam. Setibanya di lokasi kami langsung melakukan pengukuran debit menggunakan current meter serta pengukuran kedalaman dan bentang lebar sungai. Selain itu kajian geologi juga dilakukan oleh Bapak Stainley, yang sepajang perjalanan beliau bercerita pengalaman pribadinya dalam melakukan pemetaan geologi di Papua. Hasil pemetaan beliau akan harta karun tersembunyi yang ada di sepanjang sungai ini. Harta itu berupa deposit batubara dalam jumlah yang luar biasa besar. Hal itu dibuktikan pada sepanjang perjalanan kami ke arah hulu sungai, kami melihat singkapan batubara yang membentang hampir sukuran bukit atau bahkan gunung. Dalam hati kecil saya berkata “semoga keindahan ciptaan tuhan di Papua ini tidak akan dirusak seperti apa yang telah terjadi di Kalimantan dan Sumatra akibat dari kegiatan penambangan batubara.
Setelah data dirasa cukup di lokasi pertama, kami bergegas menuju lokasi survei kedua yang berada di hilir sungai. Pukul 14.30 WIT, speedboat kami tancap gas sekencangnya karena kami dikejar waktu dan berharap sampai lokasi kedua dalam kondisi belum gelap. Aliran Sungai Mamberamo yang sangat deras membantu kami melaju lebih cepat dalam waktu kurang dari satu jam kami singgah di Kasonaweja untuk kembali mengisi bahan bakar. Kondisi BBM yang langka membuat kami susah mendapatkannya, dan terpaksa membuat kami menunggu cukup lama. Kami baru tancap gas kembali setelah pukul menunjukan 16.30 WIT. Perjalanan menuju lokasi kedua berada di bagian hilir sungai dan berjarak 30 km dari kasonaweja dan kami tempuh dalam waktu 1 jam. Ketika kami tiba dilokasi langit sudah mulai gelap, sehingga kami segera melakukan pengukuran. Sama halnya pada lokasi pertama, targetnya kami mendapatkan data debit, kedalaman, dan bentang lebar sungai dan semua dilakukan dalam kondisi pencahayaan yang terbatas. Setelah data yang terkumpulkan dirasa cukup kami bergegas pulang.
Foto Bersama Ibu Dian (Dirjen EBTKE)
Kesimpulan sementara yang didapat penulis dari perbincangan pasca pengambilan data bersama rombongan adalah adanya kelayakan teknis perihal rencana pembangunan PLTA Mamberamo. Perhitungan sederhana dari data yang didapatkan debit mamberamo raya pada bagian hulu sungai mencapai 4500 m3/detik dan di hilir debit membesar hingga 5500 m3/detik, angka yang fantastis dan seakan membenarkan kajian-kajian yang sebelumnya telah dilakukan, seperti yang dilakukan oleh BPPT beberapa tahun lalu. Dalam kajian yang dilakukan BPPT menyebutkan potensi daya terbankitkan dari PLTA mencapai 12.284 MW yang tersebar di 34 lokasi [1].