Pada kesempatan kali ini, aku akan bercerita tentang sebuah pemahaman yang didapatkan setelah merenung cukup dalam mengenai apa itu sekolah, peran guru, orang tua, dan juga lingkungan.
Titik balik dari aku mulai merenungkan semua ini adalah ketika diri ini mengambil bagian menjadi tenaga pengajar di sekolah dasar yang ada di desa. Dulu sekali aku sangat ingat bagaimana skeptisnya ketika membicarakan mengenai kondisi anak-anak yang bersekolah di luar daerah tempat tinggalku. “Masak sih ada anak kelas 2 SD, kelas 3 SD belum bisa baca, tulis, dan menghitung? Masak iya ada anak SMP yang membacanya masih terbata-bata? Aku nggak percaya, deh.” Semua anggapan dangkal itu sirna seketika. Aku terperangah, tidak percaya setelah melihat sendiri kondisi anak-anak di sini. Banyak di antara mereka yang masih belajar mengenal huruf, banyak di antara mereka yang hanya menghapal huruf, bukan memahaminya. Banyak dari mereka yang masih kesulitan berhitung dan menulis. Sungguh, hal ini di luar pemikiranku pada waktu masih belum sampai di sini.
Anak-anak di sini, dilihat telah memiliki “nilai” yang tidak sama dengan orang dewasa. Mereka dinilai salah satunya sebagai “yang wajib” membantu pekerjaan rumah. Setiap pagi dan sore hari, mereka selalu memiliki tugas untuk mengambil air dan pekerjaan lainnya. Hal ini membuat mereka kurang memiliki waktu untuk mengembangkan diri. Selalu saja hal yang aku perdebatkan adalah “Kapan, sih waktu mereka untuk main? Kapan juga mereka belajar? Setiap pulang sekolah selalu disuguhkan pekerjaan rumah yang banyak.” Bukan berarti aku tidak setuju mereka membantu pekerjaan rumah tangga. Aku pun juga membantu pekerjaan rumah tangga jika di rumah, tetapi orang tuaku masih menyediakan waktu untuk belajar dan bermain. Apa kira-kira yang tidak mereka miliki sehingga mereka, di usia yang sangat belia ini, harus terus-menerus disuguhi pekerjaan rumah tangga yang sangat banyak?
Masih banyak hal yang membuatku tidak habis pikir. Namun, aku salut dan takjub dengan semangat mereka dalam berkegiatan. Diriku akhirnya memutuskan untuk melakukan sebuah kegiatan bersama anak-anak, meskipun hanya kecil-kecilan dan menurutku itu sangat sederhana, yaitu penyelenggaraan malam penatas seni pada perayaan malam 17 Agustus. Aku sudah mengajak beberapa anak didikku di sekolah dasar dan beberapa anak-anak di SMP untuk bersama-sama berkegiatan dan asli, mereka antusias banget. Diriku juga mengajak beberapa pemuda untuk turut serta memeriahkan kegiatan, mereka sudah mengiyakan, tetapi mereka lupa kalau ada kegiatan adat di hari yang sama, sehingga hanya tinggal satu orang pemudi saja yang ikut melatih anak-anak dan menyiapkan tempat.
Diriku dibuat kagum dan trenyuh oleh mereka. Aku terus berharap bahwa kelak ke depannya mereka mampu menjadi kebanggaan keluarga dan juga diri mereka sendiri. Banyak sekali hal yang ingin aku bagi kepada mereka. Masih banyak pengalaman yang masih ingin aku berikan kepada mereka. Sungguh, hati kecil dan otakku dibuat bekerja, berpikir dan merasa. Betapa beruntungnya diri ini ketika masa kanak-kanak dahulu, memiliki lingkungan yang mendukung semuanya. Jika negri ini ingin memiliki masa depan yang baik, pemimpin negri ini pun perlu memperhatikan pemerataan akses, apapun itu.
Menciptakan generasi penerus bangsa, tidak akan pernah lepas dari peran keluarga, guru, dan lingkungan. Selama di lokasi penugasan, banyak disuguhkan fenomena yang sangat di luar apa yang aku mengerti. Wajah negri ini benar-benar diperlihatkan secara nyata, tanpa ada yang disembunyikan sama sekali. PR bagi bangsa ini tentu saja masih sangat banyak. Terpujilah bagi orang-orang yang dengan sabar dan ikhlas memperjuangkan hak banyak orang.