Sembari duduk- duduk diteras sore hari, ku melihat mama mia (sapaan mama dikampung) ditemani novita, dela, linda dan mia membawa gerobak serta kapak besar berjalan bersiap- siap menuju hutan. Kutanya “ mau bikin apakah mama?”
“ah tra ada, tong mau kehutan saja, angkut kayu.”
Tak mau melewatkan kesempatan aku ikut dengan mama kehutan. Berjalan kurang lebih 15 menit sampailah kami didalam hutan yang dimaksud. Ditengah- tenah hutan itu pohon- pohon besar sudah banyak yang ditebang. Tampaknya memang akan dibuka lahan baru disana untuk perkebunan. Untuk memastikannya, disela mama mia membelah kayu aku bertanya “ mama hutan ditebang mau bikin apakah?”
“tong bikin kebun, pohon su tebang, anak buah ada yang su kasih bersih ada yang belum. Ini tong tunggu bibit saja mo, jagung su oke, biskop, kangkung, dan cabai juga sudah tinggal tunggu uang saja belum cair.”
“ wah kenapa begitu mama?”
“tara tau juga, dong ada bilang tunggu bupati. Ini lahan sebentar lai barumput sudah. Kitong su capek, nanti kasih bersih lagi, aduuhhh.” Keluh mama
“tara ada warga kampung yang coba tanyakan kekota kah mama?”
“ beni ada kekota, dia bilang bibit biskop su ad digudang. Tapi tra tau dibagikan kapan. Semuanya rencana- rencana saja. Tra kapan akan dieksekusi.kita dikampung dapat tipu saja. Dapat janji janji saja.”
Miris memang mendengar penuturan mama. Kalau memang tidak akan diberi kenapa sudah berjanji. Warga sangat berharp bibit yang telah disalurkan segera diterima, agar kerja keras membuka lahan kebun baru tidak sia- sia. Tenaga tidak tercurah lebih jikalau harus menunggu terlalau lama untuk membersihkan kebun dari rumput- rumput liar yang sudah meninggi.
Kayu bakar sebanyak 2 gerobak penuh sudah terkumpul, waktunya bergegas meninggalkan hutan. Gelap mulai menyelimuti, cerita hari ini pun selesai.