Hari keberangkatan koordinator. Bangun diwaktu orang terlelap, bergegas mempersiapkan perjalanan pertama dengan sepeda tua. Mencuci muka adalah pilihan pertama ketika bangun dari tidur, kemudian mempersiapkan perbekalan. Setelah semua persiapan selesai kemudian saya keluar dari rumah untuk melihat keadaan langit. “Sibuknya kota belum dimulai” sang langit belum menunjukan paginya, waktunya dimulai.
Leo Rojas adalah pilihan lagu yang menemani perjalanan mengayuh sepeda keluar dari kota, sangat pas untuk mengawali. Tidak henti mengayuh sepeda berbekal headlamp pemberian selama satu jam, kilo enam belas diawal tanjakan Kabuena adalah pilihan istirahat pertama. Satu menit beristirahat mengayuh sudah cukup bagi saya, kemudian melanjutkan sisa tanjakan dengan mendorong sepeda tua hingga ujung tanjakan, tanjakan Bro.
Sesampainya di ujung tanjakan, sang langit menunjukan meriahnya pagi. Sejuknya udara pesisir di ketinggian, suara daun dan burung yang bersiap dengan waktu yang baru. Tidak berlama-lama menikmati suasana sehebat itu, saya melanjutkan perjalanan. Kali ini saya di hadapi dengan turunan yang cukup terjal, sepeda yang tua dan beban yang tidak sepadan dengan kondisi sepeda mengharuskan saya untuk turun dari sepeda. Berjalan di turunan berdampingan dengan sepeda tanpa rem dengan ditambah berat dari barang bawaan. Pegel sebelah pinggang bro, untung saja sudah mulai terang.
Sampai di kabuena, belum ada kios-kios yang buka, sedangkan persedian air sudah habis karena tanjakan pertama. Tidak sampai satu kilo meter saya kembali bertemu dengan tanjakan yang lebih panjang dari sebelumnya. Ya mau tidak mau dorong lagi bro. Setelah lima kali istirahat mendorong sepeda di tanjakan kedua, menurun lagi dengan gaya manufer sebelumnya, sampeeee jalan kembali rata saya kembali mengayuh sepeda tua hingga perempatan menawi.
Perempatan menawi kemudian menjadi tempat istirahat, setelahnya melanjutkannya lagi menuju kampung Kounti di distrik Yawakukat. Kampung terakhir sebelum sampai di distrik yapen utara. Setelah itu tidak ada lagi kampung, Hutan semua. Semakin masuk bersepeda menuju arah kounti, mengayuh sepeda semakin berat. Padahal sebelumnya waktu naik motor biasa saja.
Karena waktu sudah pukul tujuh pagi, saya memutuskan tidak beristirahat di kampung terakhir. saya melanjutkan perjalanan hingga di atas kampung kounti tepatnya di Kilo dua kounti yang biasanya dong bilang. Akhirnya saya beristirahat di kilo dua sambil menikmati pagi tanpa air minum. Mendengar suara pagi di sekitar, membuat istirahat perjalanan saya berkualitas. Beberapa saat setelah itu, dari celah dedaunan di atas, terdengar suara pesawat. Suara itu menandakan pesawat sudah tiba.
Rencananya mau mengabari koordinator kalau pesawat yang ditumpanginya sudah tiba. Ternyata handphone sudah tidak ber-sinyal.