Waktu terus berjalan, kunikmati alam Papua yang indah beriringan dengan kenyataan yang membayanginya. Dua bulan sudah kami di Papua (Mamberamo Raya) dan puji Tuhan kami baik-baik saja. Sampai akhirnya kami tiba di Kabupaten Kepulauan Yapen dan semuanya berubah….
Bulan Maret siang itu tidak ada yang berbeda. Langit yapen masih sama, ia tidak bisa diprediksi, kadang siangnya matahari terik, dan sorenya turun hujan, kadang satu hari penuh matahari terik dan kadang hujan turun berkepanjangan dari pagi sampe sore. Tidak ada masalah sebetulnya dengan cuaca yang cenderung tidak menentu itu, hanya saja aku sedikit kerepotan karena awal-awal bulan itu aku baru tiba dari desa tempatku live in dengan pakaian kotor yang menumpuk, membuat susah kering karena harus bolak-balik angkat jemur angkat jemur. Kadang lupa tidak terangkat dan harus merelakan pakaianku dikoyak-koyak hujan. Yaelahhh. Dalam kondisi cuaca yang kurang baik itu sudah barang tentu sedikitnya mulai memengaruhi kesehatan kami. Beberapa teman mulai mengekspresikan gelagat daya tahan tubunya menurun. Ada yang mulai terserang flu, batuk, dan pening. Aku sendiri merasakan hal yang sama, aku merasa kondisi tubuhku tidak begitu baik. Tapi kami semua mencoba berpikir positif kalau-kalau mungkin ini hanya kelelahan biasa yang disebabkan oleh kagetnya tubuh kami karena selama di kampung banyak aktivitas yang menggunakan otot dan harus menyesuaikan pola makan di tempat kami tinggal masing-masing. Malam pun datang lalu aku merasa badanku semakin tidak baik, aku merasa suhu tubuhku meningkat. Aku paksakan tidur tapi sulit tapi akhirnya aku tertidur juga.
Pagi harinya aku terbangun dengan kondisi tubuh yang sedikit lebih baik, aku makan dan minum obat sambil terus berpikir positif bahwa ini cuma kelelahan dan pasti tidak lama akan bugar kembali. Aku mencari cara agar badanku dapat segera pulih dan aku pikir olahraga akan membantunya. Jadi malam harinya aku putuskan untuk ikut futsal. Jadi futsalah aku malam itu dengan teman-teman yang ada di kota serui dengan kepala sedikit pusing dan suhu badan yang agak panas. Selepas futsal aku merasa sembuh, badanku terasa bugar kembali. Keringat mengucur dari seluruh tubuh. Lalu setelahnya aku mandi dan beristirahat.
Aku mengambil posisi tidur dengan posisi miring, aku tidak bisa tidur dan aku mulai merasakan ada yang tidak beres. Keringatku terus mengucur sehingga bajuku kuyup, badanku panas, panas sekalii, bersamaan dengan rasa dingin yang menusuk-nusuk tulang. Kucari-cari posisi ternyaman agar aku merasa lebih baik tapi sia-sia. Kali ini disertai mual dan pusing. Aku tidak tahan lagi kemudian aku pergi ke kamar mandi karena ada perasaan seperti ingin muntah. Kepalaku seperti ada yang menusuk-nusuk dan perutku sakit. Belum pernah aku merasa sakit yang semacam ini. Aku ingat waktu itu sekitar pukul tiga dini hari akhirnya aku bisa tertidur.
Ketika paginya aku bangun badanku terasa sangat lemas, meriang masih menghinggapi tubuhku, mulutku terasa pahit sekali dan mungkin beginilah cara malaria menyambutku. Akhirnya aku minum obat malaria dengan bantuan Kris. Dengan obat yang katanya dibeli dari apotik itu aku merasa sedikit lebih baik walaupun lambungku nampaknya masih belum bisa menerima asupan yang aku makan. Hampir dua minggu aku terbaring di kamar tidur setelah pada suatu dini hari aku merasa sudah tidak kuat lagi dan aku meminta bantuan Kris untuk berobat ke rumah sakit.
Dokter memasangkan selang infus dan menyuntikannya ke tanganku, diberikannya aku obat-obatan cair yang entah apa itu “yang penting aku bisa sembuh”, pikiriku. Setelah melalui serangkain pemeriksaan, dokter menghampiriku lagi dan memberitahu kalau aku terkena malaria jenis tropika +2. Lalu setelah ±12 jam aku dirawat, dokter memperbolehkan aku pulang dibekali dengan obat-obatan yang cukup banyak.
Setelah sekitar 1 minggu sampai obat habis akhirnya aku mulai merasa sehat kembali, nafsu makanku mulai kembali seperti sedia kala. Aku bersyukur, Tuhan masih memberiku kesempatan untuk hidup. Aku berterima kasih kepada-Mu Tuhan, juga kepada orang-orang yang telah membantuku dan memberiku semangat untuk sembuh. Aku sudah sehat seperti sedia kala.
Begitulah ternyata rasanya terkena penyakit malaria, rasanya beda tipis dengan yang orang bilang malarindu. Setelah bulan Maret itu ternyata bukan yang terakhir malaria menyerangku, pada bulan berikutnya aku sempat kambuh, tapi beruntung waktu di desa Mama memberikan aku ramuan sehingga aku cepat pulih. Jadi sekarang aku mulai mensyukuri dan menjaga betul kondisi tubuhku, aku sudah cukup paham kalau-kalau gejala malaria itu datang lagi dan aku sudah punya skema untuk mengcounter-attacknya. Karena Malaria pun tahu aku yang jadi juragannya! Hiyaaa!!!