Saya diajak oleh Pak Kades untuk ke Air Terjun tertinggi di Kalimantan Barat, Nokan Nayan. Kata bapak Kades, belum dikatakan sampai ke desa Deme kalau belum ke Nokan Nayan. Yang kebetulan pintu masuk untuk ke air terjun ini adalah desa deme.
Oke siapa takut.
Sebelum berangkat kami disuguhi banyak cerita dari masyarakat yang pernah ke sana. Dimulai dari jaraknya yang jauh, lalu ada satu bukit, yang menurut kepercayaan mereka jika untuk orang yang baru ke sana tidak boleh duduk.
Tapi, itukan cerita masyarakat. Kalau kita belum coba, kita tidak akan tahu bagaimana medannya.
Perjalanan dimulai dari menyusuri sungai jengonoi.
Ada cerita lucu di sini, pada saat kami berangkat air sungai sedang surut. Dan di sungai terdapat banyak batang pohon yang menyulitkan kami untuk lewat dan harus mencari jalan yang aman dari batang kayu. Sehingga tiba-tiba sampan kami tersangkut di batang kayu yang menyebabkan kipas atau baling-baling cisnya terlepas dan hanyut di sungai. Karena jenis sungainya adalah sungai gambut, jadi sangat sulit untuk menemukannya. Syukurnya masih ada kipas atau baling-baling cadangan dan kami bisa melanjutkan perjalanan.
Setelah mengarungi sungai selama 3 jam dengan segala drama cis tersangkut-tersangkutnya, sampailah kami di tempat parkir sampan. Dari situ kita masih harus berjalan kaki lagi selama 3 jam untuk sampai ke air terjun.
Dimulai dari mendaki bukit yang menurut kepercayaan mereka bagi orang yang baru ke sana kalau istrahat tidak diperbolehkan untuk duduk. Dan ternyata tidak seekstrim cerita masyarakat.
Sepanjang perjalanan kami disuguhkan oleh pesona hutan Kalimantan. Rimbun, lembab, dan jangan lupa dengan hutan Kalimantan yang terkenal dengan kerajaan pacetnya.
Karena banyaknya pacet, waktu tempuh perjalanan yang seharusnya 3 jam, kami tempuh hanya dalam waktu 2 jam. Dengan drama pacet yang menempel di kaki dan sendal kami. Jangan tanya kenapa pakai sendal, kenapa tidak pakai sepatu? Karena awalnya tidak ada rencana untuk ke air terjun jadi sepatu tidak dibawa ke desa dan warga lokal mereka tidak terbiasa menggunakan sepatu, bahkan mereka lebih memilih untuk tidak menggunakan alas kaki alias nyeker.
Bagi masyarakat desa selain digunakan sebagai tempat wisata, Nokan Nayan juga digunakan sebagai tempat untuk meminta hajat. Bahkan banyak masyarakat dari luar desa yang jika mereka mencalonkan diri untuk menjadi gubernur, anggota dewan, bahkan kepal desa akan datang ke Nokan Nayan untuk meminta hajat.