Kala itu, pagi setelah sarapan kepala saya mendadak pusing dan perut terasa mual. Padahal saya hanya sarapan telur dan minum coklat hangat. Saya berpikir apakah pusing dan mual saya ini akibat minuman coklat sebab saya jarang minum coklat di pagi hari.
Hingga menjelang siang, setelah saya tertidur saya masih merasakan pusing dan mual saya tidak kunjung membaik. Ibu (ibu desa) kemudian menghampiri saya yang terkulai lemas diatas kasur.
“Kenapa, Sari? Pusing?” tanya ibu dengan raut muka cemas.
“iya bu, kepala saya pusing dan perut mual sekali”, jawab saya dengan lemas.
Ibu kemudian mengambilkan saya obat promag dan bodrex. Obat yang mudah ditemukan di penjuru manapun.
Saya kemudian meminum obat yang disodorkan oleh ibu dan lekas menelannya dengan segelas air.
“Kita (kamu) dari mana kah semalam? kita pergi kemana?”, tanya ibu
“Ee..saya pergi ke lorong bu, ke rumah neneknya Faiz”, jawabku sambil berbaring.
“Wah gawat itu”, kata ibu kemudian keluar kamar saya.
Yang dimaksud lorong ialah letak desa saya yang paling ujung. Letaknya di dusun empat yang berbatasan langsung dengan desa Lawisata dan hutan. Jalan menuju lorong memang sepi dan gelap. Tidak ada penerangan kecuali lampu dari rumah penduduk di lorong.
Malam itu, saya memang sengaja pergi keluar selepas magrib ke rumah nenek Faiz dikarenakan saya ingin melakukan pendataan sosial. Nenek Faiz lebih sering mudah ditemui kala malam hari sebab pagi hingga sore biasanya nenek dan kakek Faiz pergi ke kebun untuk merawat atau memetik pala.
Selepas ashar, saya terbangun dengan kondisi yang belum menunjukkan tanda-tanda akan membaik. Kepala masih terasa pusing dan setiap hendak bangun dari tempat tidur kepala masih berputar-putar. Namun saya sadar jika saya belum makan.
Saya kemudian makan nasi dengan ikan yang terhidang di meja. Mengunyah dengan pelan dan duduk dengan tegak supaya tidak muntah.
Ibu tiba-tiba datang dan berkata “Sari, nanti kita ditiup-tiup ya sama neneknya Usin ya”
Saya hanya mengangguk lemas.
Tak lama kemudian tetangga pada datang ke rumah untuk menjenguk saya serta menanyakan kenapa saya bisa sakit.
“Kita semalam pergi kemana kah?” ialah pertanyaan yang sama yang hampir diulang oleh mereka yang menjenguk saya.
“Lorong, bu”
“Wah itu namanya kebau. Yamg artinya ditegur jin penunggu yang dekat hutan nenek Faiz.
Saya terkejut seraya berusaha berpikir rasional. Ah mana mungkin saya sakit karena ditegur jin di dekat hutan rumah nenek Faiz.
Menjelang magrib, nenek Usin datang ke rumah untuk meniup-niup saya. Saya kemudian dibaringkan dan kening saya disentuh sambil membaca doa dalam bahasa Tolaki yang tidak saya mengerti. Selesai membaca doa kemudian nenek Usin meniup-niup leher, perut dan kepala saya diselingi dengan membaca doa. Saya yang sudah lemas hanya bisa berbaring tak berdaya.
Selama hampir 15 menit, saya ditup-tiup akhirnya selesai juga. Saya kemudian dibiarkan tidur hingga menjelang malam.
Keesokan harinya saya belum juga membaik. Walau sudah tidak mual namun kepala masih pusing. Hingga siang sekitar jam 14.00 saya mulai membaik hingga saya memberanikan diri untuk mandi kemudian salat sambil berdiri. Sungguh nikmat yang luar biasa.
Jujur, sakit di desa membuat saya cemas dan takut dikarenakan jauh dari puskesmas dan tidak adanya dokter yang stand by di puskesmas. Biasanya hanya ada perawat dan obat yang diberikan juga sangat terbatas. Peristiwa saya ‘ditiup-tiup’ oleh nenek usin dan katanya bahwa saya kena tegur jin merupakan pengalaman yang tidak saya lupakan. Saya tidak mau bilang bahwa ‘ditiup-tiup’ meupakan teknik saya tidak masuk akal atau mistis. Bahwa sakit bukan ditanya “habis makan apa?’ melainkah ditanya “kita, habis pergi darimana?”
Saya berpikir bahwa masyarakat mempunyai pengetahuan lokal tentang teknik penyembuhan. Mungkin juga karena akses fasilitas kesehatan sangat sulit sehingga teknik ‘ditiup-tiup’ merupakan salah satu teknik yang bisa memberikan sugesti bahwa mereka bisa sembuh melalui doa-doa yang ditiupkan ke anggota tubuh langsung atau melalui air kemudian meminumnya. Jika mungkin orang yang sakit pergi ke dokter dan perkataan dokter menjadi sugesti maka metode ‘ditiup-tiup’ juga salah satu sugesti bagi masyarakat yang sulit menemui dokter. Alhamdulillah, saya sudah sehat dan beraktivutas kembali.