Kampung di Atas Lumpur
Masyarakat Manep termasuk salah satu suku Asmat yang masih memegang erat budaya leluhur. Hampir setiap rumah memiliki tungku api, yang mana menurut kepercayaan mereka bahwa api merupakan sumber kehangatan bagi arwah leluhur atau keluarga yang telah meninggal, itulah sebabnya api harus terus menyala. Di desa inilah saya bertugas, desa dimana masyarakatnya sangat mencintai kehidupan, memaknai kehidupan untuk bertahan hidup. Awal tinggal di sini tidak banyak yang saya lakukan, hanya sekedar mengikuti aktivitas masyarakat, seperti menjaring udang,mencari kerang atau tepatnya disebut “mencari makan. Ada yang unik di desa ini, dimana desa ini mempunyai dua rumah adat, yang biasanya satu desa hanya memiliki satu rumah adat. rumah Jew namanya. Segala sesuatu terkait adat ataupun keputusan yang akan diambil harus dilakukan di Jew apalagi kalau ada pesta adat seperti pesta Ulat sagu dan pesta perahu. Dahulu Jew hanya boleh ditempati oleh Orang- tua atau biasa disebut tetua adat dan anak laki-laki yang belum menikah, adapun yang sudah menikah dierbolehkan ke Jew saat mendengar bunyi Tifa (alat musik tradisional), lalu para istri membawa Sagu ke Jew untuk persembahan akan tetapi tidak diperkenan masuk ke dalam. Di Jew terdapat beberapa tungku api di dalamnya. Tungku tersebut mengambarkan Marga dari keturunan-keturunan yang ada di kampung, ada satu tungku besar yang terletak di tengah Jew namanya "Wayir" tungku itu dipercaya sebagai tempat berkumpulnya moyang-moyang (arwah leluhur) dan api di Wayir itu tidak boleh padam sama sekali dan karena ada Wayir itulah perempuan dilarang masuk. Dalam pembangunan rumah Jew laki-laki dan perempuan akan berbagi peran pekerjaan. Perempuan (Mama yang sudah menikah) akan berugas mengayam atap Jew, masing-masing perwakilan marga akan mengayam sesuai dengan jumlah yang ditentuhkan. Para perempuan akan berkumpul di lokasi rumah Jew untuk bersama-sama mengayam, aktivitas tersebut akan dipimpin satu orang tua untuk memberi arahan memulai dan mengakhiri aktivitas mengayam tersebut. Sedangkan laki-laki akan pergi ke hutan untuk mencari rotan yang akan digunakan sebagai lantai Jew. Biasanya mereka pergi berdasarkan RT atau berdasarkan marga yang ada di Jew. Dalam mengambil rotan para lelaki akan bernyanyi sebagai syarat perijinan masuk hutan dan ataupun untuk memberi dukungan kepada lainnya agar tetap semangat dalam bekerja. Menjelang beberapa hari peresmian Jew di kampung Manep sayapun diijinkan untuk mengikuti aktivitas persiapan peresmian tersebut. termasuk mengayam atap dan mengambil rotan.
Selain mengikuti aktivitas keseharian masyarakat, saya menjadi tenaga pengajar di Sekolah Dasar Manep Simini. Di sekolah ini hanya terdapat 2 orang guru yang setiap hari menghandle siswa d 6 kelas. Sayapun dipercayakan untuk menjadi guru bantu di kelas 2 dan 1. Beberapa hari di awal mengajar sayapun kaget dengan konsistenya jumlah siswa yang datang tiap harinya. Hanya ada 4 siswa yang bersekolah yang terdiri dari 3 siswa kelas 2 dan sisanya kelas 1. Padahal secara administrasi siswa yang terdaftar sekitar 20 siswa. Banyak anak terpaksa meninggalkan sekolah karena harus mengikuti orang tua ke hutan untuk mencari kayu gaharu.
Kembali kita bahas tentang “mencari makan”, salah satu potensi yang sangat besar di desa ini yaitu udangnya yang sangat melimpah. Jika air surut atau bahasa Manep disebut “meti" masyarakat Manep akan pergi menjaring udang. Sore itu saya pergi bersama Mama Epe dan kaka Eva beserta 3 anak kecil lainnya. Kami pergi menjaring udang di kali/sungai kecil yang ada di depan kampung. Hanya mengandalkan satu jaring, kamipun mendapat udang kurang lebih 2 ember besar yang kira-kira sekitar 40-50 Kg padahal kami menjaring hanya kurang lebih 2 jam. Ya..begitulah sedikit gambaran mengenai udang di Manep yang sangat melimpah. Namun sayang, udang tersebut hanya dikonsumsi begitu saja tidak menjadikan suatu penghasilan tambahan bagi masyarakat, karena tidak tersedianya pasar di kampung Manep. Pasar terdekat ada di ibukota kabupaten yang jaraknya jika ditempuh menggunakan speed 40 pk bisa memakan waktu 1-2 Jam. Dengan biaya BBM yang sangat mahal sehingga masyarakat hanya mengkonsumsinya saja.
Melihat peluang tersebut saya dan beberapa pemuda yang ada di desa Manep ingin membuat suatu perubahan, yang mana tujuannya ingin meningkatkan penghasilan masyarakat di sini, setidaknya menyediakan pasar ataupun membuka pekerjaan tetap bagi mereka. Harapannya tak perlu lagi masyarakat pergi ke hutan dalam waktu yang lama. Mayarakat manep banyak yang pergi ke hutan dalam waktu 2 minggu-11 bulan. Mereka akan mendirikan bevak sebagai tempat tinggal sementara di hutan. Peluang bertahan hidup di sana sangat besar, mereka mencari kayu gaharu sebagai penghasilan utama mereka. Dihutan mudah bagi mereka bertahan hidup, pangkur sagu, jaring udang ataupun memakan segala yang ada di hutan sudah cukup. Namun di sisi lain dampak itu semua banyak anak-anak mereka harus meninggalkan sekolah, kematian anakpun banyak dijumpai di bevak, karena tidak bisa imunisasi ekslusif. Bukan hanya itu, penyebab lainnya adalah kurangnya akses kesehatan di hutan. Begitulah hal-ha yang membuat saya dan beberapa pemuda di sini ingin meminang harapan, setidaknya anak- anak di sini tidak lagi putus sekolah, perekonomian meningkat dan kesehatan mereka terjaga.
Tepat pada tanggal 7 Maret lalu saya dan 3 pemuda desa Manep memutuskan untuk berkumpul bersama pemuda lainnya. Pertemuan itu diadakan pada malam harinya. Hanya ditemani 1 senter kecil dan secerek kopi tidak menyurutkan semangat 21 pemuda yang datang pada malam itu. Adapun tujuan dari pertemuan itu, saya ingin mencari tahu segala keresahan mereka dan apa yang ingin mereka lakukan. Dengan melihat potensi yang ada di desa kamipun berencana membuat Usaha Kelompok di Desa yang mana mereka pemudalah yang akan berperan di dalamnya. Malam itu juga kami memutuskan untuk pembentukan kelompok dan pengurusnya, usaha yang didirikan dan rencana tindak lanjut kedepannya. Setelah pertemuan malam itu kami mengadakan pelatihan pembuatan abon udang yang tujuannya memberikan pengetahuan kepada masyarakat terutama mama desa manep cara mengelolah udang agar memiliki value dan sehat dikonsumsi sehari-hari. Pelatihan tersebut diikuti pengurus kelompok, aparat desa, satu anggota DPR dan kurang lebih 45 Mama di desa Manep. Saat ini, pemuda manep sedang mengurus administrasi termasuk membuat proposal dan tindak lanjut usaha.
Saat ini kami sedang meminang harapan di Manep yang harapannya segera terwujud…