Januari, bulan pertama dalam struktur penanggalan Masehi. Menurut beberapa artikel, dalam sejarahnya penamaan bulan Januari dicanangkan oleh raja kedua Kerajaan Romawi yang bernama Numa Pompilius. Bulan Januari diambil dari kata Janus, yang merupakan nama dari seorang dewa yang mempunyai dua wajah sehingga bisa melihat ke depan dan belakang dalam waktu yang bersamaan. Menurut kepercayaan Romawi Kuno, Dewa Janus merupakan dewa permulaan dan dewa akhir yang bisa melihat masa depan dan masa lalu.
Seperti halnya dalam cerita nyata, pada waktu lalu saya menginjakkan kaki di sebuah desa antah berantah dan di masa sekarang juga kedepannya saya kembali lagi ke desa yang kemudian mengharuskan saya menyebutnya dengan desa Minanga, semua itu bermula di Januari.
Bentang alam dan topografi desa pesisir di kepulauan pada umumnya dikelilingi oleh lautan yang mengakibatkan abrasi. Di Desa Minanga sendiri efek terjadinya abrasi tampak nyata dengan terbentuknya cliff atau tebing terjal, gua kecil di pantai, tanjung, dan teluk. Dengan elevasi atau ketinggian 0 - 0.1 Km, menandakan landainya topografi desa.
Selain dari pada mendapatkan informasi kondisi bentang alam dan topografi suatu daerah yang akan kita singgahi kita juga harus memahami hal lainnya yang lebih krusial yaitu mengetahui potensi bencana yang mungkin ataupun pernah terjadi. Potensi bencana yang dapat dipetakan di desa Minanga adalah gempa bumi, tanah longsor, abrasi yang diakibatkan oleh erosi air laut, dan tsunami. Dari kedua pemahaman itu menjadi salah satu pegangan saya nantinya dalam melakukan pengamatan dan berkegiatan.
Tepatnya pada tanggal 20 Januari 2020, saya melaporkan kembali tujuan dan maksud kedatangan kepada induk semang saya yang juga merupakan bagian dari perangkat desa. Bang Idris, begitu saya menyebutnya. Diselingi dengan diskusi ringan siang itu cukup memberi gambaran kedepan apa – apa saja yang nantinya dapat saya kontribusikan untuk pengembangan desa selama 10 bulan kedepan. Sebagai penutup cerita, ternyata ada sisi terang dari kegelapan itu.