Papua pernah menjadi daerah yang menakutkan, yang katanya daerah rawan konflik, sarang kelompok kriminal bersenjata, perang antar kampung, membuat was-was saja jika hendak ke sana.
Cerita ini dimulai dari 45 hari pelatihan bersama 100 orang patriot yang merupakan pemudai yang berasal dari seluruh Indonesia. Selama 45 hari, kami dilatih empat kompetensi yaitu Kerakyatan, Keikhlasan, Kejuangan dan Keteknisan. Pun sebenarnya keempat kompetensi tersebut tetap kami latih selama satu tahun penugasan.
Masing-masing dari kami ditempatkan di daerah 4t yaitu terdepan, terluar, tertinggal dan transmigrasi dengan tugas secara formal adalah mendampingi masyarakat untuk mandiri energi serta memberdayakan masyarakat sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat. Walau akhirnya saya merasa proses setahun penempatan ini adalah proses belajar dan mengenal diri.
Ketika diakhir pelatihan saya mendapati diri ini ditempatkan di papua bersama 13 patriot lainnya yang tergabung dalam kelompok Papua 3. Kelompok ini ditempatkan di Kabupaten Merauke dan Kabupaten Mappi dikomandoi oleh seorang koordintor - seperti yang saya harapkan - yaitu kak Rafid. Tentu saja rasa senang dan takut muncul secara bersamaan. Saya senang karna akan memulai petualangan baru dan bisa mengenal papua lebih dekat daripada hanya mendengar cerita orang-orang yang kadang lebih menakutkan dari cerita itu sendiri. Rasa takut muncul tatkala pikiran ini dihantui oleh kekhawatiran kemungkinan-kemungkinan hal negatif seperti yang orang-orang katakan terjadi ketika saya berada di lokasi penempatan nanti.
Kami berangkat dari Jakarta menuju Merauke pada tanggal 4 November 2021 dengan berbekalkan informasi yang sudah kami persiapkan sebelum keberangkatan. Begitu tiba di Merauke, banyak bantuan datang dari orang-orang baik yang entah bagaimana Tuhan hadirkan dalam proses keberangkatan kami menuju kampung. Begitulah takdir mempertemukan kami dengan Om nya Desi, Kak Lita, Ibu pemilik gudang beras, Kak Ewin, Mama Moesieri dan Tulang panjaitan yang kemudian turut membantu kami bertemu orang baik lainnya di perjalanan berikutnya.
Tugas pertama kami adalah menginformasikan program ini kepada pemerintah daerah dan menyelesaikan keperluan administratif selama setahun kedepan. Setelah itu kami menyusun rencana keberangkatan ke lokasi survey masing-masing tim. Berikutnya kami melakukan survey potensi EBT di beberapa kampung yang ada Merauke dan Mappi. Tim Merauke membagi tim menjadi dua. Saya, Maria, Issa dan Miqdad akan berangkat menuju Pulau Kimaam. Sementara Adi dan Ishfa akan melakukan survey di Distrik Kaptel, Ngguti dan Tubang.
Keberangkatan kami berempat menuju Pulau Kimaam menggunakan pesawat perintis Susi air ditemani dengan rintik hujan gerimis selama di perjalanan. Katanya hujan adalah pertanda baik, perjalanan kami akan diberkati selama berada di Kimaam. Setidaknya begitulah yang saya harapkan. Menyenangkan berada di atas pesawat dekat dengan pilot dan bisa melihat langsung mesin kemudi pesawat. Saya teringat cerita di pelatihan, Pak is pernah melakukan perjalanan tugas menggunakan pesawat perintis yang bandara nya berada di puncak sebuah bukit yang dikelilingi jurang, yang jika pilot salah perhitungan sedikit, maka habislah. Akankah kami menghadapi yang seperti itu? Jawabannya tentu saja tidak karena merauke adalah daerah kawasan rawa. Tidak ada bukit, melainkan sungai-sungai yang menjadi habitat buaya.
Kami tiba di Bandara Kimaam sekitar pukul delapan dan masih ditemani rintik hujan. Kami pikir Kimaam masih kota seperti Merauke, harapannya kami akan menemukan ojek online atau bahkan setidaknya angkutan umum. Begitu tiba, kami kebingungan ketika petugas bandara menanyakan jemputan kami. Tentu saja tidak ada karena yang kami harapkan adalah angkutan umum. Tiba-tiba ada suara dari luar yang memanggil “Sipayung..Sipayung..”. Awalnya saya pikir “wah ternyata ada yang bermarga sama dengan saya disini, mungkin nanti bisa berkenalan dengannya dan membantu kami selama di Kimaam”. Ternyata yang dipanggil adalah saya, seorang guru yang belakangan saya tau bernama Ibu ana datang menjemput kami. Beliau adalah orang yang disuruh suster Enjel yang merupakan saudara dari Tulang Panjaitan. Sungguh takdir memang baik adanya.
Pulau kimaam atau Pulau Yos Sudarso atau Pulau Frederik Hendrik merupakan sebuah pulau yang terletak terpisah dengan pulau utama Papua. Pulau ini berada di sebelah selatan, berbatasan dengan Papua Nugini dan Selat Arafuru. Pulau ini memiliki kekayaan alam yang luar biasa, seperti rusa, babi, saham (kanguru kecil) kasuari, hutan yang masih asri, berbagai jenis ikan dan burung. Sehingga masyarakat asli yang masih bermata pencaharian berburu dan meramu sangat menggantungkan hidupnya pada kekayaan alam tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mayoritas masyarakat disini bersuku Marind. Walau demikian, tidak sulit menemukan pendatang khususnya di Distrik Kimaam yang menjadi basecamp kami. Begitulah cerita singkat awal perjalanan kami menginjakkan tanah Papua.
Selanjutnya saya akan menceritakan perjalanan kami selama melakukan survey potensi EBT di beberapa kampung yang berada di pulau Kimaam. Sampai jumpa….