Semesta mengetahui segalanya tentang duka dan rasa yang di paksakan keadaan
Tentang ibu yang do’anya selalu di panjatkan atas rezeki di hari esok
Tentang keberanian meraungi lautan untuk hasil yang dimaksimalkan
Di antara demburan ombak keras, lautan hujan mengganas, angin bertiup seolah lupa bahwa ada yang sedang bertaruh nasib, bibir terkatup katup menahan dingin lautan, tangan yang terus menggulung tali, berharap ada yang tersangkut.
Rasanya awan gelap tersenyum gentir jangan harap akan ada purnama yang menemani
Sesosok tubuh berharap tabah menunggu sang pujaan pulang, do’a dzikir terus dipanjatkan
Tatkala menghatam penghuni langit riuh bergema
Begitu lembut,begitu iklas, dan begitu sabar dari bibir yang tak pernah berkata kasar
Dari mata yang selalu memandang kedamaian
Tidak kau mendengarnya? Semesta
Dipandangi lagi langit itu lekat lekat.
Laut mulai tenang ombak seolah patuh oleh keadaan
Yang di tunggu pun pulang membawa tangkapan rezeki
Dalam keriuhan bu Hasma menghampiri sang pujaan
Bertanya bagaimana keadaan
Terus bertahan oleh keadaan yang terus datang membawa beban yang tak terhalang
Senyum itu menenangkan hati yang tadi tegang.
Kututurkan sebuah cerita wanita muda yang dipaksakan oleh keadaan menjadi Ibu.
Menjelang pagi hari Bu Asma seperti biasa melakukan aktivitas biasa seperti kalangan ibu – ibu pada umumnya namun ada, cerita berbeda dari sosok ibu ini di usianya sangat masih mudah beliau sudah mengembang tugas menjadi seorang ibu yang memiliki 2 anak yang masih sangat kecil, Hasrul dan Sahril nama dua jagoan cilik biasanya saya memanggilnya bad boy , usia mereka menginjak 4 dan 5 tahun sedang kan Bu Hasma sendiri usianya menginjak 20 tahun. Hari - hari beliau di isi mengurus anak , suami, dan berkerja. Perkerjaan bu Asma sebagai pembelah ikan asin milik keluarganya. Walaupun begitu beliau tetap bahagia banyak senyum yang ia tebar di keseharian hidupnya walaupun beban setiap hari terus bertambah, tetap tabah akan hidup yang tak pernah menyerah di bawah semestsa Pulau Sagori , beliau berkata asalakan anakku tetap bisa bahagia dan tercukupi makananya aku siap menjadi apa yang harus dilakukan itu menjadi tempat pertama dan garda terdepan dalam memenuhi kebetuhan keluarga.
Minggu adalah hari penting untuk ibu – ibu Pulau Sagori pergi ke pasar, kebiasaan ini dilakukan setiap hari minggu untuk melengkapi kebutuhan dapur dirumah, uniknya keberadaan pasar berada di seberang pulau cukup jauh dari Pulau Sagori itu, untuk mencapai pasar mereka menempuh perjalanan laut dengan menggunakan perahu yang biasa di pake untuk mencari ikan. Setelah menyebarang lautan yang cukup mengobang abingkan mata dan terpaan angina laut kurang lebih 45 menit, pesona perjalanan cukup memanjakan mata laut biru, angin yang menanangkan gunung yang berdiri kokoh yang lambat laut mulai habis di keruk isi nya menjadi pemandangan yang menemani sepanjang perjalanan, sesampai di pelabuhan perjungan ibu Hasma belumlah selesai, harus dari perahu dengan ketinggian diatas 1 meter lebih di iriingi yang bergoyang , badan kurusnya seolah berkata kamu mampu. Perjalanan darat pun di tempuh di mulai mencapai pasar kaum ibu – ibu sagori jalan kaki menyisiri jalan setapak sekitar 5- 10 menit perjalanan, biasanya para ibu – ibu akan berpisah dan bertemu kembali di dermaga pejemputan. Hari ini dengan uang seadanya ibu hasma berbelanja untuk mencukupi kebetuhanya. Beras, telur, bumbu dampur, sayur,dan perlengkapan dapur tidak tidak lupa pula mainan untuk dua anak kesayanganya Hasrul dan Syaril.
?
Usia Ibu Hasma menginjak 20 tahun, walaupun di usia yang cukup muda Ibu Hasma telah memiliki 2 anak Hasrul dan Syharil, kalau dilihat dari sudut padang saya rasanya belum cocok masih banyak mimpi yang harus di kejar di usia begitu tetapi tidak untuk kenyataan yang di terima bu Hasma, bu Hasma menikah di usia yang cukup belia dan masih menginjak usia pendidkikan, yaitu waktu masih duduk di kelas 3 smp, walaupun begitu bu Hasma tetap bangga beliau bilang bahwa dia tetap menamatkan smp loh, aku hanya diam dan bergumam dalam hati, mimpi mu gimana, cerita begini juga bukan hanya terjadi pada bu Hasma masih banyak cerita yang lebih memperihatikan soal nikah mudah yang sangat marak nikah usia dibawah umur. Waktu terus berlalu dua anak yang dulu masih kecil kini mulai tumbuh menjadi anak – anak yang mulai aktif bermain bersama anak - anak lain akan tetapi pola asuh yang kurang baik dan kesiapan menjadi ibu di vesi terbaik yang belum matang membuat anak – anak hanya tumbuh alah kadarnya. Walaupun begitu mereka tetap hidup sederhana bahagia menurut kadar mereka, dunia memiliki cerita masing - masing dibawah naungan semesta banyak harapan yang di panjatkan dari ibu – ibu Pulau Sagori, bahwa hidup akan akan baik – baik.
Kegiatan sehari – hari ibu Hasma dalam membantu perekonomian keluarga seperti biasaya sebagai buruh pembuata ikan asin, ikan asin yang di buat bu Hasma adalah ikan jenis Karangan yang sangat baik mutunya.
Setelah Nenek Eda memancing, hasil tangkapanya ikan kerapu akan diolah menjadi ikan asin, ikan yang di olah untuk menjadi ikan asin biasanya adalah ikan karang yang masih angat fress ini lah menjadikan kualitas ikan di Pulau Sagori sangatlah baik dan berada di grade A, akan tetapi untuk penjualan yang dilakukan masyarakat masih angat murah, dan belum setimpal dari proses pengkapan ikan, pengolahan dan pengemasan.
Proses pembuatan ikan asin di mulai dari memancing, proses pengolahan, penjemuran, dan proses pengemasan, ikan asin yang di jual memiliki variasi harga dari harga 25000,00 – 40000,00 adapun jenis ikan asin yang di jual seperti Ikan Pari, Ikan Buntal, Ikan Hiu,dan ikan Katamba.
Pendapatan perminggu bu Hasma kisaran tujuh ratus sampai satu juta lebih inipun harus dibagi 4 orang atau 3 orang jadi hasil bersih yang didapati bu Hasma kisaran dua ratus sampai 3 ratus ribu dalam satu minggu, uang itupun digunakan untuk menutup hutang yang telah di pinjam untuk menutupi kebutuhan sehari hari bu Hasma.