Desa Tamunih merupakan satu desa yang terletak di kecamatan Teluk Kepayang, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Sebuah desa tertinggal dan terpencil yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan didiami oleh masyarakat asli suku Dayak Meratus. Sebuah perjalanan sunyi yang menyenangkan untuk dapat sampai di desa Tamunih.
Long story short saya berangkat menuju desa Tamunih dari pusat kecamatan Teluk Kepayang bersama dengan anak kepala desa. Di kecamatan Teluk Kepayang sendiri, terdapat 3 desa yang belum berlistrik dan tidak ada jaringan telepon sama sekali, oleh karena itu untuk kelancaran kegiatan administrasi desa, desa-desa terpencil ini memiliki kantor desa perwakilan di pusat kecamatan, termasuk salah satunya desa Tamunih. Hal ini pula yang menyebabkan kepala desa beserta perangkat desanya tinggal di pusat kecamatan dan hanya pergi ke desa beberapa kali dalam satu bulan.
Perjalanan menuju desa Tamunih memakan waktu 3 jam naik motor trail dengan jalan yang berupa tanah, lumpur, jalan setapak di tengah hutan, dan menaiki serta menuruni perbukitan di pegunungan Meratus. Selama saya dan anak pak kades lewat, kami tidak menjumpai satu orang pun hingga saya bertanya-tanya apakah benar ini jalan menuju desanya. Hingga akhirnya saya melihat gubuk di tengah ladang dan ternyata itu merupakan salah satu rumah warga. “Kita sudah sampai desa” ujar anak pak kades. Saya masih tertegun, di mana desa yang dimaksud, di mana rumah warga-warganya, di mana warganya. Motor masih melaju melewati tebing-tebing dan hutan tropis, Maha Agung Tuhan Yang Maha Kuasa. Lebih jauh motor melaju saya mulai melihat rumah-rumah lain dengan jarak 2 - 4 km, terletak tersebar. Rumah-rumah yang terpusat di desa Tamunih hanya akan berisi 3 hingga 4 rumah, sisanya tersebar mengikuti letak ladang yang berpindah-pindah. Sebuah perjalanan yang menyenangkan dimana untuk mendatangi satu rumah harus masuk hutan, menyebrangi sungai, dan menaiki bukit. Satu hal yang mengganjal di hati adalah tentang bagaimana tiang listrik bisa mengakomodir masyarakat di sini jika rumahnya berpindah setiap tahun.
Rumah masyarakat desa Tamunih dapat dikatakan sangat sederhana, seperti gubuk kayu kecil dengan barang-barang seminim mungkin. Memang dibuat seperti itu agar tidak rugi saat harus ditinggal pindah kata mereka. Masyarakat suku Dayak Meratus masih menganut kepercayaan bahwa ladang yang sama tidak bisa digunakan untuk bercocok tanam lebih dari sekali, sehingga setelah satu siklus panen mereka akan membuka hutan untuk membuat lahan baru. Rumah harus berada di dekat ladang untuk menghalau gangguan hama binatang seperti babi hutan dan monyet yang kerap merusak tanaman. Dengan kondisi yang sangat sederhana itu bahkan tanpa listrik pun mereka masih dapat bertahan hidup. Masyarakat suku Dayak Meratus seperti mengajarkan bahwa rumah bukan tentang bangunan megah penuh barang-barang mewah, tapi tentang kehangatan serta tempat melepas penat.