Perjalanan Mendengar #6; …yang jauh terasa dekat
Ada sebuah kalimat yang dari Imam asy-Syafi’I yang isinya seperti ini kira-kira “Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari orang-orang yang engkau tinggalkan (kerabat dan kawan). Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.” Kalimat ini mungkin ada disetujui oleh banyaknya kalangan orang-orang yang rela berjauhan dari keluarganya. Ketika kita pergi jauh dari keluarga, pasti kita akan menemui keluarga-keluarga baru.
Inilah yang aku rasakan ketika harus melangkah jauh, jauh dari keluarga dan kawan-kawan yang sudah yang lama kita kenal. Satu-satu orang dengan ramah menerima aku sebagai keluarganya. Selain masyarakat asli yang berada di desa penempatanku, akhirnya aku menemui orang yang sama-sama berasal dari Medan dan sudah lama tinggal di Sulawesi Tenggara tepatnya di Desa Sangi-Sangi, salah satu desa tetangga di desa penempatanku. Istimewanya lagi yang kutemui disini adalah seorang ibu desa. Yap, beliau adalah seorang istri dari kepala desa Sangi-sangi. Ketika aku bertemu beliau, beliau langsung menyambut baik seperti bertemu keluarga sendiri. Kami langsung mengobrol banyak hal, bagaimana cerita beliau bisa sampai ke desa ini dan suka-dukanya jauh dari kampung halaman dan jauh dari keluarga.
Tapi seperti kalimat di paragraph awal, di perantauan inilah akhirnya beliau menemukan keluarga-keluarga barunya. Beliau juga menegaskan sebagai manusia ya tugas kita berbuat baik dan menjalani apapun yang sudah ditetapkan oleh Allah. Aku banyak belajar dari beliau, bahwa apa yang aku rasakan selama pergi jauh belum ada apa-apanya dengan yang beliau rasakan selama belasan tahun yang sudah pergi jauh dari kampung halaman. Kesederhanaan beliau selama di perantauanlah yang akhirnya membawa orang-orang di desanya ini menganggap beliau seperti keluarga sendiri.