Berbeda dengan Tanah Toraja yang terkenal dengan sebutan negeri di atas awan, Tangkeno terkenal dengan sebutan negeri di awan. Penyebutan ini dikarena lokasi Tangkeno yang sejajar dengan awan. Dari atas Tangkeno kita dapat melihat Gunung Watu Sangia, Pulau Sagori dan pemukiman yang berada di Pesisir. Menurut kepercayaan warga sekitar bahwa saat Gunung Watu Sangia tertutup awan maka akan terjadi hujan. Udara di Tangkeno sangat sejuk dan cukup dingin saat malam hari. Perjalanan menuju Tangkeno dapat ditempuh dalam waktu hampir 1 jam dengan jalan yang berkelok – kelok dengan kondisi jalan banyak berlubang. Namun masih bisa dilalui baik menggunakan mobil maupun sepeda motor. Pemandangan selama perjalanan sangat indah, hamparan kebun jambu mete menemani perjalanan kami dan kambing serta sapi milik warga yang berkeliaran secara bebas.
Setiap Bulan September/Oktober selalu diadakan Festival Budaya Tangkeno, dimana semua warga di Pulau Kabaena berkumpul di Tangkeno untuk melestarikan budaya khas Suku Moronene. Budaya khas seperti tarian, pertunjukan serta berbagai macam hiburan ditampilkan dalam kegiatan ini, serta adanya produk olahan masyarakat sekitar. Tarian khas suku Moronene/Kabaena adalah Tarian Lumense. Awalnya tarian ini dimaksudkan untuk pengusiran roh - roh jahat dengan tumbal anak perempuan. Namun, dengan adanya perkembangan zaman digantikan dengan pohon pisang. Pada perayaan Hari Kemerdekaan di Istana Negara kemarin ditampilkan tarian ini loh.. Keren bukan. Selain itu adanya pemilihan duta pariwisata Kab. Bombana dalam rangkaian kegiatan ini. Menurut warga, belum sah menginjakkan kaki di Pulau Kabaena apabila belum mengunjungi Tangkeno.