Guru ku tersayang. Guru ku tercinta
Menjadi guru di SD Taman Mas bukanlah hal yang mudah. Butuh tekad dan kesabaran yang kuat. 90% persen guru yang mengajar merupakan guru yang berasal dari luar Desa Oka Wacu. Ada yang harus menempuh sejauh 8,4 km. Ada pula yang harus menempuh jarak lebih jauh lagi. Jangan membayangkan jalan lurus rata beraspal yang mulus seperti di kota-kota. 7,9 km menuju sekolah adalah jalur mendaki dan menurun yang disertai kondisi jalan yang rusak. Ruas jalan yang hanya bisa dilewati satu mobil. Jalan pengerasan yang batunya banyak terlepas. Lubang di mana-mana. Tikungan tajam disertai batu-batu kerikil. Seminggu pergi pulang dengan motor saja bisa bikin pinggang “encok”. Bayangkan saja harus melewati selama bertahun-tahun.
Tidak sedikit guru-guru yang datang dan pergi. Tidak sedikit guru yang ketika honorer memilih mengajar di sekolah itu, namun ketika pengangkatan mengajukan pindah sekolah. Meskipun begitu, tetap ada guru-guru yang bertahan. Salah satu guru senior di sekolah tersebut sudah mengajar selama 15 tahun, sejak sekolah tersebut berdiri.
Gaji guru yang tidak seberapa, atap yang berlubang di berbagai tempat, kursi kayu bergoyang rapuh, meja penuh cungkilan, papan tulis tersandar seadanya, jendela yang tidak dapat menahan angin masuk. Terlebih karakter anak-anak yang unik dan beragam. Berjuang mengikuti kurikulum yang cepat berubah dan tidak kontekstual. Di tengah keterbatasan fasilitas pendukung sekolah, guru-guru tetap semangat untuk mengajar di sekolah.
Berusaha kreatif memanfaatkan bahan yang ada untuk praktik mengajar, memahami karakter unik anak-anak dan melakukan pendekatan yang berbeda-beda. Berusaha sepenuh hati membimbing anak-anak sehingga harapannya mereka dapat meraih masa depan yang lebih baik.
Siapa pun dapat bergelar dan bersatus “Guru” tapi tidak semua orang siap dan mampu berperan sebagai “Guru”.