Berawal dari upacara penutupan di Panaruban Subang yang sedikit banyaknya membuat
haru keluarga besar Patriot Energi 2021, dengan arahan panitia setiap kami di antarkan ke
tujuannya masing-masing ada yang langsung terbang pada hari itu juga ada pula yang di inapkan
di hotel karena selang satu hari dari jadwal penerbangan tim pertama. Tiba di waktu
keberangkatan dari hotel menuju Bandara kami semua saling berjabatan, berpelukan bahkan
sampai menangis karena butuh satu tahun untuk bisa berjumpa lagi, tiap tim kabupaten kita di
antar oleh fasilitator masing-masing tim kami terdiri dari 4 anggota {Rohasian (saya), Wahyu,
Sri, dan Najmi}. Kejadian lucu terjadi ketika Najmi salah sati tim kami lupa menyimpan benda
sajam di bagasi yang membuat saya dan Wahyu harus balik lagi untuk membungkus benda
tersebut ke bagian bagasi dengan waktu yang sudah limit. Perjalanan kami dari Bandara
Soekarno Hatta – Bandara Mozes Kilangin TImika sekitar 4 jam lamanya dengan maskapai
Batik Air selama di pesawat ada kejadian lucu yang saya alami dimana ketika saya diberi nasi
kotak oleh pramugari tapi tidak saya makan sebab di fikiran saya jika saya makan makanan
tersebut harus saya bayar (makanan di pesawat sudah jelas mahal fikirku) lalu kutinggal tidur
makanan tersebut, pada saat saya terbangun dengan 2 jam lamanya saya tidur saya merasa aneh
ketika makanan tersebut tidak di ambil lagi oleh pramugari (apa kah ini gratis? Dalam benakku
bertanya-tanya) akhirnya dengan rasa tegas, berani, dan siap menerima resiko serta didorong
perut yang lapar saya langsung melahap nasi tersebut dan ternyata sampai landing saya tidak
ditagih bon untuk makanan tersebut.
Sesampai kami di Bandara Mozes Kilangin Timika kami langsung mendatangi loket tiket
Susi Air untuk menanyakan terkait jadwal keberangkatan menuju Bandara Ewer, namun nasib
berkata lain tiket yang kami cari sudah habis dan jika ingin menunggu kami harus bersabar
hingga satu minggu kedepan, 8 jam kami mematung di Bandara hingga pada akhirnya ada seorang sepupu dari Najmi yang siap menemani kami di Bandara dan merekomendasikan penginapan untuk kami, tanpa menunggu lama dengan taxi Bandara kami menuju lokasi penginapan, hari pertama kami di Timika cukup mengejutkan karena biaya kebutuhan hidup disana sangat amat mahal jadi dengan berdiskusi kami menyimpulkan menginap hanya dua malam saja dan beruntungnya kami mendapatkan tetangga baik yang rela memberikan kami pinjaman lampu selama disana, lalu keesokan harinya saya dan Sri langsung mencari tiket penerbangan ke Bandara Ewer dan beruntungnya kami langsung mendapatkan tiket tersebut dengan maskapai Rimbun Air (pesawat Perintis) namun dengan biaya yang lumayan mahal, pengalaman pertama menggunakan pesawat perintis sangat mengesankan karena turbulensi yang kuat dibandingan pesawat penumpang besar. Setiba di Bandara Ewer kami langusung menyewa ojek Bandara yang ternyata semua kendaraannya menggunakan energi listrik, kami menyewa ojek dari Bandara menuju Pelabuhan Ewer untuk melanjutkan perjalanan menuju Kecamatan Agats, di Asmat transportasi yang bisa kami dapatkan hanya dua versi yaitu air dan udara (speed boat, kapal fiber, dan pesawat/helikopte), di Pelabuhan Ewer kami disambut dengan ramah oleh adik-adik warga lokal yang sedang mandi di sungai. Pengalaman pertama menggunakan perahu long fiber sangat seru dan menantang dengan lincah driver melewati gelombang-gelombang dan perairan yang dangkal yang tentu saja jika driver tidak mengetahui medan mungkin saja perjalanan kita terhambat. Setiba kami di Pelabuhan Agats kami disambut kakak-kakak Ojek namun demi menghemat uang kami memutuskan berjalan, nasib baik datang pada kami yang diberi arahan oleh Bpk. Elisa Kambu (Bupati Asmat) untuk menginap dikontrakan yang aman berdekatan dengan pendeta. Asmat adalah desa yang di beri julukan seribu papan dan seribu tiang (memang benar adanya) di samping itu keunikan lainnya adalah ketika masyarakat sini yang mengamdalkan air hujan sebagai kebutuhan utama untuk mandi, cuci, dan kakus maka dari itu tiap rumah wajib memiliki toren untuk penampungan air, dan pabila hujan tidak kunjung turung selama satu minggu atau lebih mau tak mau kami harus mandi dan cuci di bendungan air yang jaraknya kurang lebih 3 km dari lokasi kontrakan, disamping itu saya pribadi salut dengan Asmat karena di sini telah menerapkan kendaraan ramah lingkungan tentu saja sangat baik untuk bumi kita, ditambah lagi penduduknya yang sangat ramah kepada pendatang sampai kami sempat belajar membuat noken dan tari-tarian adat Asmat, namun tidak bisa di pungkiri kebutuhan hidup di sini cukup mahal dan bahan bakar yang berbeda harganya dibandingkan dengan bagian Pulau Jawa sana, tetapi secara keseluruhan Kecamatan Agats sangat membuat pendatang nyaman dan kagum