Entah ini sudah keberapa saya pergi menggunakan kapal ke desa tempat saya bertugas. Kali ini saya ingin mencoba tinggal lama di desa selama Ramadhan yang jatuh pada bulan April nanti. Bukan karena momen ramadhan atau peraturan baru dari koordinator jika pergi dari desa paling cepat tanggal 27 tiap bulannya.
Pada awalnya mungkin terasa berat karena takut akan menjadi beban jika terlalu lama di desa. Apalagi tidak ada pembangunan dan telinga rasanya sudah tebal dengan pertanyaannya “Kapan barang itu datang?” Padahal saya sudah menjelaskan berkali-kali bahwa kedatangan saya untuk survey dan pra FS. Saya tau bahwa pertanyaan itu bermakna harapan dan mereka juga sebenarnya paham bahwa tidak akan ada pembangunan.
“Kenapa kita lama sekali di kota? Pulang ke Jawa kah?”, tanya Bu Desa tiba-tiba saat saya baru saja tiba di rumah.
“Tidak bu”, jawab saya dengan senyum dan menahan rasa tidak enak hati.
“Saya tanya Delsi apakah punya nomor kita ee ternyata dia tidak simpan”
Delsi adalah anak kedua Bu Desa yang menetap di kota karena sedang kuliah. Saya jadi teringat bahwa saya belum meminta nomor ibu desa dan sebaliknya.
Meski ada perasaan tidak enak karena mengkhawatirkan tidak ada kabar, namun di sisi lain ada perasaan haru jika saya ternyata dicari dan ditunggu oleh ibu desa. *Ge-Er kali
Pada bulan Maret ini, saya mengisi kesibukan dengan belajar di sekolah bersama anak-anak. Biasanya pagi saya akan berangkat ke SD hingga pukul 10.30 atau bahkan sampai mereka pulang sekolah. Kegiatan yang saya lakukan bersama mereka adalah melakukan eksperimen sains sederhana.
Kala itu kami belajar dan mencoba membuat balon membesar tanpa ditiup yang ditempel di mulut botol. Gas yang dihasilkan dari percampuran cuka dan baking soda di dalam botol itulah yang membuat balon mulai membesar. Anak-anak heboh serta girang dan menyebut itu peristiwa sulap. Berasa jadi magician atau pesulap. Pekan berikutnya kami belajar eksperimen lain seperti mengambil koin di air tanpa basah.
Sebenarnya ada hal yang penting yang ingin saya sampaikan ke anak-anak SD di balik ‘atraksi sulap’ yaitu untuk membuat mereka senang belajar, menumbuhkan rasa cinta mereka terhadap ilmu serta menumbuhkan rasa percaya diri mereka saat bereksperimen.
Alhasil karena atraksi ‘sulap’ tersebut anak-anak jika bertemu saya di sepanjang jalan desa selalu memanggil “Bu Guru ayo eksperimen lagi” atau “Kak Sari, ayo kita bermain sulap lagi.”
Hati saya mendadak menjadi hangat.
Ditulis oleh Hapsari Damayanti pada malam satu ramadhan di Kondono