Khusyairi Alfi adalah salah satu Patriot Energi ESDM 2021. Bekerja di perusahaan (KORPORAT) industri Teknik adalah minatnya sejak ia masuk kuliah jurusan Teknik Pertanian pada Tahun 2015. Menjelang semester akhir hingga selepas wisuda, ia sengaja mengabdikan diri terlebih dahulu di dunia pendidikan sebelum bekerja di korporat dengan mengajar secara informal di LPTQ (Lembaga Pengembangan Tilawah Al-Qur'an) desa, ataupun secara formal sperti di MDA dan pondok pesantren. Bahkan 1 hari sebelum sidang skripsi pun ia lebih memilih pergi melihat tim desa bimbingannya bertanding di pertandingan provinsi daripada belajar untuk persiapan sidang. Karena baginya, melihat orang lain menjadi lebih pintar dan hebat dari dirinya adalah suatu kesenangan. Dan dari kacamatanya, pendidikan adalah istimewa.
Selepas pengabdian singkatnya itu ia bertekad mengejar keinginannya untuk bekerja di perusahaan Teknik. Dahulu ia mengira bahwa Patriot Energi yang dilamarnya adalah pekerjaan profesional di bidang Teknik. Namun nasib ternyata merusak persepsinya dan malah membawanya kembali ke dunia pengabdian disaat ia bertekad mengejar keinginan sebagai pekerja profesional. Malang lantaran Patriot Energi yang kini dijalaninya lebih mengarah pada dunia relawan ketimbang dunia kerja. Namun dari sanalah ia dapat melihat langsung secara lebih luas dan jelas realita kualitas pendidikan di pelosok Indonesia tempat ia bertugas. Bahkan lebih daripada itu seperti dasar-dasar kualitas hidup masyarakat yang tidak layak pun kini terpajang jelas di depan matanya. Patriot Energi yang seyogyanya sebagai fasilitator lapangan ESDM dalam pengembangan EBT di wilayah 3T pun kini dapat berubah-rubah menjadi Petani, Pengajar, Bahkan hingga Nelayan. Perubahan profesi itu tak semerta-merta hanya sebagai selingan kegiatan, melainkan lantaran kondisi yang memaksanya untuk harus belajar di tengah masyarakat, saling bertukar dan melepas ilmu yang masing-masing dimiliki untuk merubah diri menjadi lebih bijak dan sedikit merubah arah kualitas hidup.
Berawal dari Patriot Energi inilah ia merasakan hidup menjadi sepatu rakyat, merasakan langsung kehidupan yang mereka rasakan di tengah-tengah kepungan korporat yang beberapa menambah beban kesengsaraan mereka dengan merusak lingkungannya. Keinginannya menjadi pekerja perusahaan, dan antusiasnya di bidang pendidikan kini terinterpretasi ulang. Bahkan tak hanya itu, motto nya [sebaik-baik manusia ialah yang bermanfaat bagi sesama] pun kini ikut terinterpretasi ulang ke makna penafsiran yang lebih luas. Lantaran ia telah melihat dari kacamata yang lebih luas, tentang sasaran kehidupan dan realita pendidikan dari pelosok sana.